Redaksi
MEDIAWARTANASIONAL.COM | JAKARTA –Kasus dugaan mafia peradilan kembali mencuat di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Seorang warga, Siti Maemunah, yang telah menetap di Jl. Perintis Kemerdekaan, Kelapa Gading Timur sejak 1988, kini menghadapi ancaman kehilangan tempat tinggal akibat surat perintah eksekusi pengosongan lahan yang dikeluarkan PN Jakarta Utara.
Surat tersebut merujuk pada putusan perkara nomor 211/Pdt.G/2001/PN.Jkt.Ut. yang diterbitkan pada tahun 2002.
Baca Juga:
Adanya Dugaan Kejanggalan Hukum
Abdul Hamid, pemilik sah tanah dan bangunan yang ditempati bersama Isterinya Siti Maemunah, mengaku tidak pernah menerima panggilan (rellas) sidang terkait perkara tersebut. “Kami sama sekali tidak pernah mendapat pemberitahuan atau panggilan sidang dalam perkara yang diajukan Jasa Siagian ini. Tiba-tiba, pada tahun 2023, kami mendapat surat eksekusi pengosongan lahan dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara,” ujarnya saat ditemui di kediamannya pada Minggu, 23/02/2025.
Abdul Hamid menegaskan bahwa tanah tersebut diperoleh secara sah dari almarhum kakaknya, Suit, yang membelinya dari almarhum Satir pada 1998 dengan akta jual beli resmi.
Sertifikat tanah itu kemudian ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Bagaimana mungkin kami tiba-tiba menerima surat eksekusi tanpa pernah tahu ada perkara sebelumnya?” katanya dengan nada kecewa.
Peran Forum Penulis dan Wartawan Indonesia (FPWI)
Ketua Umum Forum Penulis dan Wartawan Indonesia (FPWI), yang juga merupakan paralegal di Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Trisakti, turut mendampingi Siti Maemunah dalam menghadapi persoalan ini. Ia menilai kasus ini sebagai bukti nyata bahwa mafia peradilan masih bercokol dan merugikan masyarakat kecil.
Presiden Prabowo harus segera melakukan reformasi hukum yang menyeluruh. Aparat penegak hukum harus dibersihkan dari oknum-oknum yang bermain dengan mafia tanah dan peradilan,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Kasus ini menunjukkan indikasi kuat adanya mafia peradilan di PN Jakarta Utara. Bagaimana bisa sebuah putusan pengadilan keluar tanpa sidang yang melibatkan tergugat? Ini pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan dan hak asasi manusia.”
Kasus ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan masyarakat terkait keabsahan putusan pengadilan yang berpotensi mencederai prinsip keadilan dan kepastian hukum di Indonesia.