Redaksi
“Jika Menolak, Ada Dugaan Tak Wajar di Balik Putusan”
Baca Juga:
MEDIA WARTA NASIONAL | JAKARTA – Amzar Arlis, Penggugat dalam perkara gugatan atas eksekusi lelang sebidang tanah di Bojongkulur, Bogor menuntut keseriusan dan profesionalisme dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Amzar menegaskan bahwa gugatan yang diajukannya sah dan wajib diperiksa di PN Jakarta Pusat, dengan dasar hukum yang jelas: seluruh Tergugat berdomisili di Jakarta Pusat.
“Gugatan ini bukan rekayasa, bukan pula duplikasi. Kami menggugat di tempat yang sah secara hukum karena alamat para tergugat berada di wilayah hukum PN Jakarta Pusat,” ujarnya usai sidang.
Menurut Amzar, alasan yang disampaikan para Tergugat untuk menolak perkara ini hanyalah upaya untuk menghindari pemeriksaan materi pokok gugatan. Ia bahkan menyebut, jika Majelis Hakim tetap bersikeras menolak perkara ini tanpa alasan hukum yang kuat, maka publik berhak mencurigai adanya motif di luar hukum.
“Jika gugatan ini tidak diterima, padahal syarat formil terpenuhi dan kompetensi relatif jelas, maka patut dipertanyakan: apakah Majelis Hakim sedang bermain mata dengan para tergugat?”
Tudingan ini tak muncul tanpa sebab. Amzar menyampaikan bahwa perkara yang dia ajukan berbeda secara esensi dari perkara sebelumnya yang sempat diperiksa di PN Cibinong. Perkara sebelumnya hanya menyentuh sengketa pelaksanaan lelang, sedangkan gugatan sekarang mempermasalahkan perbuatan melawan hukum dalam keseluruhan proses – dari pengumuman hingga pelaksanaan lelang oleh para tergugat, termasuk Bank BCA dan Kantor Lelang Negara.
Amzar juga menolak dalil bahwa ini perkara yang sama dengan gugatan Nomor 266/Pdt.G/2021/PN.Cbi. “Ini bukan ne bis in idem. Substansi gugatan berbeda. Ini gugatan baru atas fakta hukum baru. Tidak bisa dipukul rata begitu saja,” tegasnya.
Tergugat Ajukan Eksepsi, Soroti Kompetensi & Putusan Sebelumnya
Namun di sisi lain, pihak Tergugat – dalam hal ini PT Bank Central Asia, Tbk – bersikeras bahwa gugatan Amzar tidak dapat diterima. Dalam dokumen eksepsinya, Tergugat menyebut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan karena objek sengketa berada di wilayah Kabupaten Bogor, yang menjadi yurisdiksi PN Cibinong.
Eksepsi yang diajukan pun berlapis: mulai dari kompetensi relatif, keberadaan putusan terdahulu yang telah inkracht (ne bis in idem), hingga dalil bahwa gugatan kabur (obscuur libel).
“Objeknya sama, pihaknya sama, dan putusan sebelumnya telah berkekuatan hukum tetap. Gugatan ini seharusnya tidak diperiksa lagi oleh pengadilan,” ujar kuasa hukum BCA.
Tajamnya Persimpangan: Hukum atau Kepentingan?
Kasus ini telah memicu diskusi di kalangan pengamat hukum. Di satu sisi, pengadilan dituntut menghormati asas ne bis in idem dan forum rei sitae. Di sisi lain, pengadilan tidak boleh mengabaikan gugatan yang sah menurut hukum acara – apalagi jika domisili tergugat memang berada di wilayah pengadilan itu.
“Kalau alamat para tergugat di Jakarta Pusat, ya seharusnya diperiksa di sana. Titik,” kata seorang pakar hukum tata negara dari Universitas ternama yang enggan disebutkan namanya.
Pakar itu menambahkan, jika pengadilan memilih menolak tanpa memeriksa pokok perkara, maka publik berhak bertanya: “Apakah keputusan ini netral atau sarat kepentingan?”
Amzar Arlis berharap pengadilan berdiri tegak atas prinsip keadilan. “Saya datang mencari keadilan, bukan untuk melihat hukum diabaikan demi melindungi kepentingan segelintir pihak,” ujarnya.
Kini semua mata tertuju pada Majelis Hakim PN Jakarta Pusat. Akankah mereka menjalankan tugasnya dengan profesional dan berani? Atau sebaliknya, memilih jalan sunyi yang mengundang kecurigaan publik?
Praktisi Hukum dan Ketua Lembaga Bantuan Hukum Hade Indonesia Raya DR. Ali Syaefudin, S.H., MH mengomentari perkara Amzar Arlis.
“Dalam hukum acara perdata di Indonesia, asas ‘siapa yang menggugat, dia yang harus membuktikan’ atau actori incumbit probatio, adalah prinsip fundamental yang tidak bisa dinegosiasikan. Asas ini secara tegas diatur dalam Pasal 163 HIR dan diperkuat oleh banyak yurisprudensi Mahkamah Agung. Hakim harus mengabulkan gugatan jika penggugat mampu membuktikan kebenaran dalilnya dan eksistensi hak yang diklaim. Dengan bukti yang cukup, hakim tidak boleh menolak gugatan. Ini adalah bentuk perlindungan terhadap kepastian hukum dan keadilan dalam proses perdata” Tandas Ali.