Reporter: Rigson
Editor: Wiratno
Baca Juga:
MEDIA WARTA NASIONAL | JAKARTA – Kepolisian Republik Indonesia melalui Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menegaskan bahwa ijazah milik Presiden Joko Widodo adalah asli dan sah. Hal itu disampaikan dalam konferensi pers resmi yang digelar di Lobby Utama Gedung Awaloedin Djamin, Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa penyelidikan ini dilakukan menyusul laporan dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) terkait dugaan pemalsuan ijazah Presiden.
“Penyelidikan telah kami lakukan secara menyeluruh, termasuk pemeriksaan terhadap 39 saksi yang terdiri dari pihak Universitas Gadjah Mada (UGM), alumni, dosen, pihak SMA, serta satu orang teradu, yaitu Presiden Joko Widodo,” ujar Djuhandhani.
Hasil uji laboratorium forensik menunjukkan bahwa dokumen ijazah yang dipermasalahkan memenuhi unsur keaslian dan keabsahan. Dengan demikian, tidak ditemukan indikasi pelanggaran pidana sebagaimana yang dilaporkan.
Uji Forensik dan Bukti Pendukung Lengkap
Penyelidikan dilakukan di 13 lokasi berbeda, termasuk di SMA Negeri 6 Surakarta dan UGM. Dari lokasi-lokasi tersebut, ditemukan dokumen pendukung mulai dari STTB, formulir pendaftaran, Kartu Hasil Studi, surat keterangan praktik, hingga skripsi asli Presiden Jokowi.
“Ijazah S1 dengan nomor 1120 telah kami uji secara forensik. Hasilnya menunjukkan kesesuaian penuh dengan dokumen pembanding. Bahkan skripsi yang bersangkutan berhasil ditemukan, lengkap dengan hasil ketikan mesin dan metode cetak yang sesuai dengan periode tahun 1985,” terang Djuhandhani.
TPUA Tidak Terdaftar di Kemenkumham
Polri juga mengungkap bahwa TPUA, pihak pelapor dalam kasus ini, tidak terdaftar sebagai badan hukum resmi di Kementerian Hukum dan HAM. Meski begitu, Polri tetap menindaklanjuti laporan tersebut secara profesional.
Hingga saat ini, status kasus masih berada pada tahap penyelidikan. “Kami belum menemukan dasar hukum yang cukup untuk meningkatkan ke tahap penyidikan,” jelas Djuhandhani.
Lebih lanjut, Polri membuka kemungkinan untuk menindak laporan tidak berdasar apabila ditemukan unsur pidana dalam proses pelaporannya. Namun, saat ini fokus utama masih pada penuntasan penyelidikan.