Reporter: Windy Budiman
Editor: Wiratno
Baca Juga:
MEDIA WARTA NASIONAL | JAKARTA – Suasana malam di Krukut, Tamansari, berubah khidmat pada Senin dini hari, 8 September 2025. Langit cerah sekitar pukul 23.40 WIB menjadi saksi ketika Masjid Jami Al-Mubarak di Jalan Kebahagiaan menggelar shalat gerhana bulan.
Sekitar 50 jamaah berdatangan dari berbagai penjuru kelurahan. Tanpa azan dan iqamah, mereka menunaikan shalat khusuf berjamaah, ibadah sunnah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW saat gerhana terjadi. Rasulullah menegaskan, gerhana bukan tanda kelahiran atau kematian seseorang, melainkan fenomena alam yang menjadi peringatan agar umat manusia memperbanyak doa, takbir, istighfar, dan sedekah.
Ustadz Muhammad Maftuh Sani, LC, M.Ag, memimpin shalat dua rakaat dengan empat kali rukuk dan empat kali sujud. Suaranya lantang menyerukan “Ash-sholatu jami’ah” sebelum memulai rangkaian ibadah yang berlangsung hampir setengah jam. Usai shalat, ia menaiki mimbar menyampaikan khutbah. Dengan nada berapi-api, ia mengingatkan jamaah agar menjadikan peristiwa ini momentum introspeksi, menahan diri dari maksiat, dan memperbaiki amal.
Fenomena astronomi malam itu memang langka. Gerhana bulan total terjadi ketika bumi, matahari, dan bulan berada dalam satu garis lurus. Cahaya matahari yang terhalang bumi membuat permukaan bulan perlahan memerah. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), warna merah itu muncul akibat hamburan Rayleigh di atmosfer bumi: cahaya biru tersebar lebih banyak, sementara cahaya merah justru menembus dan mencapai permukaan bulan.
Di bawah sinar redup yang memerah itu, jamaah Masjid Al-Mubarak larut dalam doa, merayakan kebesaran Sang Nabi.