Redaksi
MEDIA WARTA NASIONAL | BEKASI – Kasus gizi buruk yang menimpa warga Bekasi, Jawa Barat luput dari perhatian pemerintah, Puskesmas Sriamur, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, menerbitkan surat keterangan resmi bagi seorang pasien anak bernama Putri Ayudia Inara, lahir di Bogor pada 9 Februari 2017.
Baca Juga:
Dalam dokumen bernomor 400.7.22.1/09132/PKM-SRI/VIII/2025 itu, Kepala Puskesmas Sriamur, H. Wira Atmaja, SKM., M.IP, menyebutkan bahwa Putri Ayudia tercatat sebagai warga tidak mampu yang berdomisili di Perum Villa Gading Harapan 5, Blok H 28 No. 11A, RT 05 RW 12, Desa Satrimekar, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi.
Menurut Wira saat berkunjung ke rumah almarhumah Puteri di RT 05, RW 12, Satria Mekar, Tambun Utara,Bekasi satu bulan lalu, riwayat medisnya mencatat bahwa; tahun 2019 Puteri pernah mengalami gizi buruk. Catatan medis juga mengungkapkan penyakit TB Paru dan cerebral palsy (CP) quadripare sehingga Putri harus menjalani rawat inap dengan diagnosa gastroenteritis akut (GEA) disertai dehidrasi berat dan sesak napas di Rumah sakit Ananda, Babelan Bekasi, tutur Wira kepada wartawan dan keluarga pasien.

Surat keterangan yang dikeluarkan Puskesmas Sriamur untuk ini untuk kepentingan bantuan pengobatan. Kepala Puskesmas Sriamur menuliskan, “Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.”
Namun bantuan Puskesmas kepada keluarga korban inipun sia – sia karena Dinas Kesehatan Kabuoaten Bekasi yang dihubungi langsung oleh Kepala Puskesmas menolak ajuan Jamkesda keluarga pasien.
Rumah Sakit Ananda Babelan. Dalam surat keterangan rawat inap bernomor 2172/RSAB/VIII/2025, tertanggal 8 Agustus 2025, menyebutkan bahwa pasien berusia 8 tahun itu pertama kali masuk melalui Unit Gawat Darurat (UGD) dengan keluhan muntah berulang, BAB cair, demam, dan kesulitan makan.
Dokter yang menangani, dr. Dewi Aming, menuliskan diagnosa GEA dengan dehidrasi berat dan distress napas. Putri kemudian diputuskan menjalani perawatan inap intensif, termasuk pemasangan infus dan observasi ketat.
Namun, maut tak dapat dicegah oleh siapapun, setelah sempat mendapatkan perawatan dari Rumah Sakit Ananda Babelan,Bekasi, Jawa Barat sejak jum’at 08/08/2025, pada Sabtu malam 09/08/2025 Puteri menghembuskan nafas terakhir.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan gizi dan kesehatan anak di Kabupaten Bekasi. Dengan kondisi medis yang kompleks serta status ekonomi keluarga yang tidak mampu, Putri Ayudia kini sangat bergantung pada uluran tangan pemerintah maupun masyarakat.
Rijal Firdaus (ayah Puteri) menuturkan, anak saya meninggal di rumah sakit setelah dirawat 1 hari di RS Ananda, saya sedih dan panik, karena tidak ada uang untuk bayar biaya Rumah Sakit sebesar Rp: 30 juta, sudah anak meninggal tidak tertolong harus bayar sebesar itu uang darimana, katanya Minggu 07/09/2025 dengan wajah yang sangat sedih dan bingung.
Hendra HRD Rumah Sakit ananda saat ditemui di ruangannya oleh Rijal terkait peemohonan perubahan cara bayar dari mandiri ke Jamkesda karena pihak keluarga tak mampu bayar mengatakan, silakan jika bisa urus jamkesda, kami tidak pernah mempersulit pasien atau masyarakat, jika tidak bisa dengan Jamkesda maka harus tetap bayar mandiri dan kami juga bisa memberikan keringanan dalam skema pembayaran, kata Hendra Senin 11/08/2025 lalu.
Angin segar dari Hendra ini dimanfaatkan oleh Rijal untuk mengurus Jamkesda ke Dinas Kabupaten Bekasi, singkat cerita Dinkes Kabupaten Bekasi melalui Tama bagian loket menyampaikan penolakan ajuan Jamkesda dikarenakan ada informasi dari Galuh bagian BPJS di RS Ananda yang mengatakan bahwa; Keluarga Pasien akan melunasi biaya rumah sakit pada awal September 2025 dan sudah deposit Rp: 10 juta.
Masih menurut Tama, “Ayah dari almarhum tercatat sebagai peserta penerima upah (PPU)”, ujarnya.
Tentu saja, jawaban dari Dinkes Kabupaten Bekasi ini bak petir di siang bolong bagi keluarga almarhum yang memang sedang dalam kesulitan ekonomi, gaji hanya UMR harus menghidupi enam orang anggota keluarga tentu ini jauh dari cukup.
“Saya bingung harus bagaimana lagi mencari uang untuk melunasi biaya rumah sakit, saya sudah pinjam kawan di perusahaan Rp: 10 juta untuk cicil biaya, karena waktu itu saya tidak boleh pulang jika tidak ada cicilan, jadi itu bukan deposit melainkan cicilan administrasi agar mayat bisa dibawa pulang”, katanya dengan wajah sedih.
Sementara Hendra (HRD RS Ananda) saat dikonfirnasi terkait janjinya yang akan memberikan keringanan skema pembayaran terkesan cuci tangan dan menyerahkan urusan biaya rumah sakit kepada bagian kasir.
“Silakan selesaikan di bagian kasir, karena tetap harus bayar sesuai tagihan jika jamkesda tidak ada”, tegas Hendra melalui Whatssapnya, Minggu 07/09/2025.
Fenomena ini jelas memberikan gambaran pada kita sebagai bangsa bahwa: negara masih belum memberikan layanan kesehatan kepada masyarakatnya, meski negara telah memungut pajak dari berbagai sektor. Tak heran jika beberapa hari lalu demonstrasi massa menuntut DPR – RI tidak hanya memikirkan diri sendiri dan melupakan kebutuhan dasar rakyat Indonesia.
Sejatinya kasus meninggalnya seorang anak umur 8 tahun karena gizi buruk dan keluarga tak ada biaya untuk bayar rumah sakit ini harus jadi perhatian pemerintah Kabupaten Bekasi dan Provinsi Jawa Barat.