Oleh : Redaksi
MEDIA WARTA NASIONAL|JAKARTA – Penanganan perkara perdata Nomor 10/Pdt.G/2025/PN JKT UTR terkait dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh PT Kebun Indah Selaras memasuki fase krusial.
Baca Juga:
Kasus yang berpusat pada dugaan manipulasi struktur kepemilikan saham ini mengungkap dampak sistemik yang merugikan pihak pribadi akibat beban pajak korporasi.
Duduk Perkara: Anomali Akta dan Implikasi Fiskal.
Persoalan hukum ini bermula saat Husin Gideon (Penggugat) tercatat sebagai pemilik 150 lembar saham (15%) senilai Rp150 juta di PT Kebun Indah Selaras melalui Akta Berita Acara RUPSLB No. 241 tertanggal 26 Oktober 2020. Namun, Penggugat secara tegas menyatakan tidak pernah terlibat dalam transaksi jual beli saham dengan Donald Wira Atmaja (Tergugat III).
Dampak dari pencantuman nama tersebut membawa konsekuensi fiskal yang berat. Berdasarkan catatan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jambi, Penggugat dianggap ikut bertanggung jawab atas tunggakan pajak perusahaan sebesar Rp191.504.259. Hal ini berujung pada pemblokiran tiga rekening pribadi Penggugat di Bank Mandiri dan BRI sejak 27 Januari 2022.
Untuk memulihkan akses finansialnya, Penggugat terpaksa menanggung beban pajak secara pribadi senilai Rp28.606.303, yang kini menjadi salah satu poin tuntutan kerugian materiil.
Dinamika Persidangan: Replik dan Eksepsi
Dalam agenda Replik, kuasa hukum Penggugat menyanggah eksepsi error in persona yang diajukan Tergugat III dan IV. Tergugat sebelumnya mempersoalkan kekeliruan administratif pengetikan nama dan alamat dalam gugatan.
Menanggapi hal tersebut, Penggugat merujuk pada doktrin hukum acara perdata M. Yahya Harahap, yang menegaskan bahwa clerical error atau kesalahan ketik kecil tidak sepatutnya menggugurkan substansi gugatan. Penggugat berargumen bahwa hukum harus bersifat fleksibel dan tidak terjebak pada formalitas kaku yang mengabaikan esensi keadilan.
Selain itu, Penggugat mengkritisi inkonsistensi Tergugat dalam membedakan kompetensi absolut dan relatif pengadilan. Kehadiran Tergugat dalam persidangan dinilai sebagai pengakuan de facto terhadap yurisdiksi Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas subjek hukum yang bersangkutan.
Kritik Atas Penundaan dan Upaya “Ulur Waktu”
Proses hukum yang telah berjalan selama satu tahun ini mendapat sorotan tajam dari Penggugat. Husin Gideon menyatakan kekecewaannya atas ketidakhadiran saksi dari pihak Tergugat dalam agenda persidangan terakhir pada Rabu (17/12/2025).
“Perkara ini berlarut-larut karena pihak Tergugat kerap menjanjikan kehadiran saksi dan bukti namun urung direalisasikan. Ini adalah bentuk penguluran waktu yang menghambat kepastian hukum,” ujar Husin kepada awak media.
Ia juga meminta Majelis Hakim untuk bertindak tegas terhadap prosedur pembuktian agar tidak terjadi pelecehan terhadap wibawa persidangan.
Menuju Putusan Akhir
Dalam petitumnya, Penggugat memohon agar Majelis Hakim: Menyatakan para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Menyatakan Batal Demi Hukum Akta No. 241 yang diterbitkan Notaris Yan Armin, S.H.Menghukum para Tergugat untuk membayar kerugian materiil dan immateriil.
Majelis Hakim telah mengabulkan permohonan Penggugat untuk mempercepat tahapan persidangan. Agenda penyampaian Kesimpulan dijadwalkan pada pekan depan, yang akan segera diikuti dengan pembacaan Putusan akhir.


















