Redaksi
MEDIA WARTA NASIONAL | JAKARTA – Sidang lanjutan perkara perusakan pagar dengan nomor perkara 477/Pid.B/2025/PN.Jkt.Utr kembali digelar pada Kamis, 31/07/2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Agenda kali ini menghadirkan tiga saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni David Hamonangan Siregar, Catur, dan Ngulatno—ketiganya merupakan karyawan dan petugas keamanan PT Dian Swastatika Sentosa (DSS).
Baca Juga:
Dalam keterangannya, David mengklaim bahwa lahan yang sejak tahun 1984 dihuni oleh keluarga Siti Aminah merupakan aset milik PT DSS. “Kami membangun pagar pada 2023 di atas tanah PT DSS seluas kurang lebih 13 ribu meter persegi berdasarkan SHGB 1099,” ujarnya di hadapan majelis hakim.
David menuding Siti Aminah sebagai pihak yang berada di balik pembongkaran pagar tersebut. Namun tuduhan itu didasarkan pada dugaan semata. “Di dalam area pagar hanya ada Siti Aminah. Kalau pagar itu roboh, siapa lagi kalau bukan dia yang menyuruhnya?” kata David sambil menunjukan sebuah video dari telepon genggamnya.
Namun, pernyataan David langsung menuai keraguan. Ia tak mampu menunjukkan bukti yang kuat, selain video yang belum diputar secara resmi dalam sidang. Lebih jauh, dua saksi lainnya, Catur dan Ngulatno, juga menyampaikan keterangan serupa yang bersifat asumtif. Keduanya mengaku tidak menyaksikan langsung insiden pembongkaran pagar dan hanya menonton tayangan CCTV.
Menariknya, dalam rekaman video tersebut, tidak ada visual yang menampilkan sosok Siti Aminah. Hanya tampak sejumlah orang yang tengah memahat bagian pagar.
Ketua Majelis Hakim pun bersikap tegas. Ia meminta JPU untuk memutar ulang rekaman CCTV melalui laptop dalam sidang lanjutan yang dijadwalkan pada Kamis, 7 Agustus mendatang. “Saya tidak melihat ada Siti Aminah di lokasi pagar itu. Hakim tidak memihak siapa pun. Saya minta video ditayangkan agar semua pihak dapat menyaksikan dengan jelas,” ucapnya.
Kuasa hukum terdakwa, Fuji Handoyo, S.H., turut menanggapi pernyataan para saksi. Ia menilai keterangan mereka tak memenuhi syarat formil sebagai saksi sebagaimana diatur dalam KUHAP.
“Para saksi yang dihadirkan tidak melihat langsung kejadian pembongkaran pagar. Idealnya, keterangan seperti ini tidak layak dipertimbangkan oleh majelis hakim,” ujar Fuji kepada wartawan usai sidang.
Menurut Fuji, saksi yang sah adalah mereka yang mendengar, melihat, dan mengalami langsung suatu peristiwa, bukan sekadar menonton rekaman atau berasumsi. “Saya percaya Majelis Hakim akan profesional dalam menangani perkara ini. Fiat justitia ruat caelum—tegakkan keadilan walau langit runtuh. Itulah filosofi yang sepatutnya menjadi kompas dalam memutus perkara Siti Aminah,” tandasnya.
Lebih lanjut, Fuji mengungkapkan bahwa jauh sebelum perkara ini disidangkan, penyidik dari Polres Jakarta Utara telah menyampaikan bahwa tidak ada bukti video maupun foto yang menunjukkan keberadaan Siti Aminah di lokasi saat pagar dibongkar.
“Ini juga diperkuat fakta dalam persidangan. Para saksi tidak mampu menunjukkan bukti valid keberadaan klien kami di lokasi. Semua hanya dugaan tanpa dasar kuat,” pungkasnya.