Reporter : Syahroni
Editor: Rukmana
MEDIA WARTA NASIONAL | LABUAN BAJO NTT – Seluruh keturunan almarhum Haji Ibrahim Hanta (IH) dan Siti Lanung (SL) menggelar ritual adat dan doa suci di atas tanah warisan seluas 11 hektar di Keranga, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, pada Sabtu, 21 Desember 2024. Upacara adat ini digelar untuk mempertahankan tanah tersebut dari klaim pihak-pihak yang diduga melakukan praktik mafia tanah.
Menurut Yakobus Syukur, tokoh adat yang memimpin ritual tersebut, kehadiran doa bersama ini bukan hanya meminta pertolongan Tuhan, tetapi juga mengundang semangat para leluhur yang diyakini turut membantu melawan ketidakadilan.
Sejarah Lahan 11 Hektar
Tanah ini awalnya diperoleh almarhum IH pada tahun 1973 melalui hukum adat dari Haji Ishaka. Semasa hidupnya, IH dan SL bertani di lahan tersebut hingga meninggal pada tahun 1986. Kepemilikan kemudian dilanjutkan oleh putranya, almarhum Nadi Ibrahim.
Namun, konflik mulai muncul sejak 2014 ketika Nikolaus Naput (NN) mengklaim tanah ini sebagai bagian dari 40 hektar yang ia miliki dan melakukan transaksi jual beli dengan Santosa Kadiman (SK), seorang pengusaha asal Jakarta yang berencana mendirikan Hotel St. Regis di atas lahan tersebut. SHM untuk sebagian tanah diterbitkan atas nama anak-anak NN tanpa persetujuan ahli waris IH.
Konflik Hukum yang Berlarut-larut
Muhammad Rudini, salah satu ahli waris, mengungkapkan bahwa keluarga terus menghadapi intimidasi, penggunaan surat palsu, hingga penerbitan SHM yang dinyatakan cacat hukum oleh Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Agung. Meski telah memenangkan gugatan di pengadilan, pihak NN dan SK tetap mengajukan banding. Hingga kini, lima SHM yang diterbitkan secara ilegal masih belum dibatalkan oleh BPN.
Makna Ritual Adat dan Doa
Dalam ritual adat yang dihadiri sekitar 60 anggota keluarga, dilakukan penyembelihan kambing dan ayam sebagai simbol sumpah adat. Darah hewan kurban ditumpahkan ke tanah sebagai pernyataan kesiapan mempertahankan hak hingga titik darah penghabisan.
“Ini adalah sumpah kami kepada Tuhan dan leluhur. Tanah ini adalah milik kami, dan siapapun yang menyerobot akan berhadapan dengan kekuatan Tuhan dan jiwa-jiwa leluhur kami,” tegas Yakobus.
Pesan Keadilan
Jon Kadis, pengacara keluarga yang juga tokoh adat Manggarai, mengatakan bahwa ritual ini adalah seruan kepada Tuhan untuk menegakkan kebenaran. “Kami percaya kekuatan spiritual akan membantu melawan kebatilan. Jika pihak-pihak yang jahat tetap berusaha merebut tanah ini, mereka akan menghadapi konsekuensi dari alam semesta dan Tuhan yang Maha Adil,” ungkapnya.
Ritual adat ini menjadi simbol perjuangan masyarakat adat Manggarai dalam mempertahankan hak mereka dari praktik mafia tanah. Para ahli waris berharap agar pihak berwenang, khususnya BPN, segera membatalkan SHM yang dinyatakan cacat hukum untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama satu dekade.