Redaksi
MEDIA WARTA NASIONAL | JAKARTA – Proses peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menjadi sorotan publik setelah adanya keterlambatan dalam penyerahan salinan putusan praperadilan. Perkara dengan nomor 27/Pid.Pra/2025/PN.JKT.SEL telah diputus pada 19/03/2025, namun hingga lebih dari satu bulan kemudian, pihak pemohon belum menerima salinan putusan tersebut.
Kuasa hukum pemohon, Prof. O.C. Kaligis, menyatakan bahwa keterlambatan ini menimbulkan pertanyaan mengenai profesionalisme dan objektivitas aparatur peradilan, khususnya hakim tunggal yang memimpin persidangan serta panitera pengganti yang menangani perkara tersebut.
Baca Juga:
“Dalam sidang, kami telah menghadirkan saksi ahli dan menyerahkan sejumlah bukti, termasuk dugaan rekayasa lokasi penangkapan, perbedaan tanggal dalam berita acara penyitaan, serta penetapan penggeledahan yang muncul dua bulan setelah penggeledahan dilakukan. Namun, seluruhnya tampak tidak dipertimbangkan dalam putusan,” ujar Prof. Kaligis.
Ia menilai bahwa keterlambatan penyerahan salinan putusan dapat melanggar asas keterbukaan informasi publik serta akuntabilitas dalam proses peradilan.
Salinan putusan merupakan dokumen penting bagi pemohon untuk melanjutkan langkah hukum selanjutnya, serta menjadi dasar bagi pengawasan dan evaluasi oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial terhadap proses pengambilan keputusan oleh hakim.
Ketua Umum Forum Penulis dan Wartawan Indonesia (FPWI), Rukmana, S.Pd.I., CPLA, turut menyoroti permasalahan ini. Saat mengonfirmasi langsung ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (21/04), Ia mendapat penjelasan dari petugas loket 4 bernama Cahya bahwa salinan putusan belum dibuat karena, menurutnya, belum ada permintaan sebelumnya.
“Selama ini belum pernah ada yang meminta salinan putusan kepada kami, sehingga belum dibuat. Namun, fotokopinya sudah ada dan bisa diambil sore ini,” ujar Cahya.
Pernyataan tersebut dibantah oleh kuasa tim hukum pemohon OC Kaligis, Ainunnisa Dhika Fajri, S.H., yang menyampaikan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan resmi untuk memperoleh salinan putusan sejak 27 Maret 2025.

“Kami sudah menyampaikan surat resmi permintaan salinan putusan, namun hingga hari ini belum juga diberikan,” terang Ainunnisa kepada media ini.
Perkembangan ini menambah daftar sorotan terhadap transparansi dan efisiensi lembaga peradilan, terlebih di tengah upaya pemerintah yang tengah mengusung penegakan hukum sebagai pilar utama reformasi nasional.