Oleh: redaksi
Media Warta Nasional|Jakarta – Kepada awak media Dewan Pers menyàmpaikan bahwa akan memperluas jangkauan bidang usaha media atau perusahaan pers yang mengajukan diri untuk ikut verifikasi. Hal itu disampaikan Ketua Komisi Pendataan, Penelitian, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, A Sapto Anggoro, ketika menjadi pembicara dalam diskusi di sela peringatan Hari Pers Nasional di Ancol, Jakarta, Senin (19/2/24).
Menurut Sapto, selama ini Dewan Pers menetapkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) untuk media haruslah di bidang publikasi pers saja. Jika ada perusahaan yang ikut verifikasi dan memiliki bidang usaha lain, maka hal itu dinyatakan tidak sesuai dengan KBLI sehingga tidak bisa lolos verifikasi.
“Sekarang ini kami ingin memberikan keleluasaan kepada perusahaan Pers. KBLI untuk perusahaan kita perlu. Disamping mempublikasikan informasi (berita), perusahaan pers bisa memiliki bidang usaha lain yang terkait dengan bidang utama usahanya,” tutur Sapto.
Ia memberi contoh, perusahaan dapat memiliki usaha dibidang publikasi buku, pelatihan-pelatihan, dan diskusi publik berbayar. Bahkan, kata Sapto, perusahaan pers bisa saja memiliki bidang usaha sebagai penyelenggara acara atau event organizer bagi perusahaan lain
Perluasan bidang usaha dalam KBLI ditetapkan sekitar dua bulan lalu. Keputusan ini diambil dari kondisi perusahaan yang saat ini mengatasi banyak permasalahan dan kendala. Salah satu kendala itu adalah kue perolehan iklan yang semakin terbatas.
Dia menjelaskan, tahun 2023 kue iklan media nasional (cetak, bold, tv, dan radio) mencapai Rp68 triliun. Dari jumlah itu sekitar 75% kue iklan nasional diambil oleh platform global. Mereka itu antara lain Google, facebook, Instagram, TikTok, dan lain-lain. Perusahaan pers nasional hanya sebagian sisanya.
Sapto menambahkan, dalam membangun media bisnis, setiap orang bisa punya pilihan. Ada pendirian perusahaan media yang dijadikan komoditas. Artinya, jika sudah berjalan maka media itu akan dijual demi mendapat keuntungan yang besar. Ada pula media yang dikembangkan sebagai produk/merek. Dua model lainnya adalah menjadikan media bisnis sebagai usaha rintisan (start up) serta legacy (peninggalan untuk keluarga).
Saat ini, papar Sapto, media tidak lagi sepenuhnya mengacu pada teori jurnalisme yang ada. Platform global yang selama ini merajai perputaran iklan untuk media justru lebih banyak menjadi referensi.
“Media akan mengikuti algoritma platform global. Semula algoritma Google berdasarkan hits (adu cepat mengunggah berita). Setelah itu algoritmanya berubah menjadi tampilan halaman yang mendasarkan diri pada banyaknya berita,” kata dia.
Kemudian, urainya, algoritma itu berubah lagi menjadi impresi. Dalam hal ini, berita yang menjadi pilihan Google untuk diterima adalah berapa lama berita itu dibaca. Perkembangan terakhir adalah algoritma impresi plus scrolling (lama membaca dan pergerakan kursor).