Reporter : Rahmah
Editor : Rukmana
Baca Juga:
MEDIA WARTA NASIONAL | BEKASI – Saman seorang staf Desa di Tambun Utara, Bekasi resmi melaporkan dugaan kelalaian medis yang menyebabkan luka bakar pada anak kandungnya usai menjalani perawatan di Rumah Sakit Tiara Bekasi.
Laporan tersebut telah diterima Polres Metro Bekasi dengan nomor STTLP/B/1661/V/2025/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA, tertanggal 02 Mei 2025.
Terlapor disangkakan melanggar tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan orang mengalami luka, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 360 ayat (2) serta Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Dalam keterangannya, Saman selaku ayah korban melaporkan bahwa insiden tersebut terjadi pada 30 April 2025 di RS Tiara Bekasi. Korban, Navila Salsabilah (1 tahun), yang saat itu dirawat karena demam dan tengah menjalani pengobatan, mengalami luka serius setelah menerima suntikan antibiotik. Diduga, terdapat reaksi keras yang memicu munculnya luka bakar pada tubuh pasien.
“Awalnya pihak keluarga meminta agar korban dibawa pulang karena masih anak-anak dan kami khawatir dengan kondisinya. Namun perawat di Rumah Sakit Tiara Babelan, Bekasi tetap memberikan suntikan antibiotik, dan tak lama kemudian muncul reaksi yang menyebabkan kulit korban melepuh seperti luka bakar,” jelas Saman dalam laporan tersebut.
Saman menuntut pertanggungjawaban pihak rumah sakit atas dugaan tindakan ceroboh yang dialami putrinya. Saat ini, kasus tersebut dalam proses penyidikan oleh kepolisian untuk memastikan adanya dugaan pelanggaran prosedur medis yang berpotensi mengarah pada tindak pidana kelalaian. Dalam tanda bukti lapor tertera bahwa laporan telah diterima dan akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Penyidik Polres Metro Bekasi telah memanggil pihak rumah sakit guna keperluan pemeriksaan lanjutan. Saman berharap kepolisian segera menuntaskan proses hukum terhadap RS Tiara, yang menurutnya mempekerjakan tenaga kesehatan yang tidak profesional.
Sementara itu, pihak Rumah Sakit Tiara Babelan Bekasi enggan memberikan keterangan saat dikonfirmasi pada Kamis, 8 Mei 2025 oleh Pimpinan Redaksi Media Warta Nasional. Titin, selaku petugas Customer Service, menyatakan tidak berwenang memberikan pernyataan kepada media.
“Saya tidak berwenang memberikan keterangan. Nanti saya sampaikan kepada bagian Humas RS Tiara terkait kedatangan Bapak,” tegas Titin.
Setelah laporan polisi dibuat, pihak RS Tiara disebut mencoba menyelesaikan kasus ini melalui mekanisme restorative justice dengan menawarkan voucher pengobatan senilai Rp2.000.000 kepada pihak korban, yakni Utari (ibu korban). Upaya komunikasi dilakukan melalui seorang perwakilan rumah sakit bernama Leo, yang berhubungan langsung dengan kuasa hukum Utari, Arif, S.H.
Pada 23 Mei 2025, Arif dan Leo bertemu di sebuah kafe di kawasan Summarecon, Bekasi untuk membahas penyelesaian nonlitigasi tersebut. Dalam pertemuan itu, Arif menyampaikan permintaan kliennya.
“Klien saya meminta agar pihak RS Tiara memberikan santunan sebesar Rp25.000.000 dan pengobatan gratis hingga anaknya dewasa,” ujar Arif.
Leo kemudian menyampaikan bahwa dirinya akan meneruskan permintaan tersebut kepada pimpinan rumah sakit agar dapat dipertimbangkan.
Namun, pada pertemuan lanjutan pada 30 Mei 2025, Leo menyampaikan jawaban resmi dari pihak RS Tiara.
“Mohon maaf, apa yang diinginkan pihak abang sudah saya sampaikan, tetapi rumah sakit tetap pada keputusannya, yakni hanya dapat memberikan voucher pengobatan senilai Rp2.000.000,” tuturnya.
Pernyataan tersebut langsung ditanggapi oleh Arif. “Sebelum kami datang, kami sudah mempertimbangkan kemungkinan paling buruk. Jika permintaan kami ditolak, maka kami akan melanjutkan perkara ini ke jalur hukum,” tegasnya.
Dengan tidak tercapainya kesepakatan, upaya mediasi melalui mekanisme restorative justice dinyatakan gagal. Kasus kini sepenuhnya berlanjut ke proses hukum.



















