Oleh : Redaksi
MEDIA WARTA NASIONAL | BEKASI – Komite Pemuda Peduli Pembangunan Desa (KP3D) menyatakan keprihatinan mendalam atas rangkaian persoalan serius yang kembali mencuat terkait kinerja Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Baca Juga:
Melalui kuasa hukumnya, Aslam Syah Muda, S.H.I., serta Ketua Umum KP3D, PSF. Parulian Hutahaean, organisasi ini menegaskan bahwa dugaan penyimpangan di lingkungan Pemkab Bekasi telah memasuki fase akut dan tidak dapat lagi dianggap sebagai persoalan administratif biasa.
Dalam pernyataan resminya, KP3D menyoroti temuan audit yang mengungkap adanya belasan miliar rupiah dana hibah yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sejumlah pengadaan barang tercatat dalam laporan, namun tidak ditemukan secara fisik di lapangan. Bahkan, terdapat dugaan kuat adanya aliran dana kepada oknum legislatif yang mempertebal indikasi penyalahgunaan anggaran.
Menurut kuasa hukum KP3D, Aslam Syah Muda, “Situasi ini menunjukkan bahwa pengawasan internal Pemkab Bekasi melemah secara sistemik dan membuka ruang terjadinya praktik korupsi secara berulang.”
Selain temuan hibah bermasalah, KP3D juga menyoroti kasus korupsi tunjangan perumahan DPRD yang menyeret sejumlah pejabat strategis, termasuk mantan Sekwan dan pimpinan DPRD. Nilai kerugian yang mencapai sekitar Rp20 miliar dinilai menjadi bukti bahwa tata kelola anggaran belum berjalan sesuai prinsip akuntabilitas publik.
Ketua Umum KP3D, PSF. Parulian Hutahaean, menjelaskan bahwa kelambanan Pemkab Bekasi dalam merespons status hukum pejabat terkait justru memperburuk tingkat kepercayaan masyarakat. “Sikap pasif pemerintah daerah menimbulkan preseden buruk, seolah-olah integritas birokrasi bukan prioritas,” tegasnya.
Hasil evaluasi nasional pencegahan korupsi melalui Monitoring Center for Prevention (MCP) juga menempatkan Kabupaten Bekasi pada kategori rendah. KP3D menilai rapor merah tersebut sebagai sinyal kuat bahwa agenda reformasi birokrasi di Pemkab Bekasi berada dalam kondisi stagnan, terutama pada sektor perizinan, pengelolaan anggaran, dan pengawasan internal.
Di tingkat pelayanan publik, masyarakat juga masih mengeluhkan lambannya proses administrasi serta ruwetnya koordinasi antar-dinas. Situasi ini semakin diperparah dengan maraknya isu jual beli jabatan yang terus beredar, meskipun Pemkab Bekasi berkali-kali membantah. Bagi KP3D, rangkaian persoalan tersebut bukan sekadar kendala teknis, tetapi cerminan kerusakan sistem tata kelola pemerintahan daerah.
KP3D mendesak Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk segera mengambil langkah korektif yang konkret, transparan, dan terukur. “Evaluasi menyeluruh, audit terbuka, dan penindakan tegas terhadap setiap penyimpangan mutlak dilakukan demi memulihkan kepercayaan publik,” ujar Aslam Syah Muda.
Dengan meningkatnya tekanan masyarakat sipil, KP3D berharap Pemkab Bekasi tidak lagi menutup mata terhadap berbagai indikasi penyimpangan, melainkan berdiri di garis terdepan reformasi demi pelayanan publik yang bersih, profesional, dan berintegritas.


















