Redaksi
Baca Juga:
MEDIA WARTA NASIONAL | BEKASI – Forum Penulis dan Wartawan Indonesia (Forum PWI) melalui Ketua Umumnya Rukmana, S.Pd,I., CPLA menyayangkan tindakan intimidasi, teror , penculikan hingga pemaksaan tanda tangan surat pernyataan di bawah tekanan terhadap empat jurnalis Papuanewsonline.com oleh Kasatreskrim Polres Mimika, AKP Rian Oktaria bersama sejumlah anggotanya.
Menurut Ketua Forum PWI, kejadian yang berlangsung sepanjang Jumat malam (3/10/2025) hingga Sabtu (4/10/2025) di Kabupaten Mimika, Papua Tengah ini merupakan pembungkaman terhadap kebebasan pers di Indonesia.
” Kami meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memecat tidak hormat (PTDH) Kasat Reskrim Mimika (Papua) dan Kapolres Mimika dan memproses mereka melalui sidang kode etik dan juga pidana serta memeriksa sejumlah anggotanya yang ikut terlibat dalam kejadian tersebut,” ujar Rukmana dihadapan awak media Rabu (8/10/2025).
“Seharusnya sebagai seorang perwira Rian Oktaria tahu tentang Undang – Undang (UU) Pers no : 40 tahun 1999 yang melindungi tugas wartawan, seorang wartawan tidak dapat dipidana terkait urusan pemberitaan (sengketa pers) sebagaimana tertulis dalam UU Pers “, ujar Rukmana.
Lebih jauh Rukmana mèngatakan, “dalam Pasal 1 angka 1 Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia”, tuturnya.
Adapun pers diselenggarakan oleh perusahaan pers yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 2 UU Pers sebagai berikut: Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak,media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, dan menyalurkan informasi.
“Jika terdapat berita dari pers yang merugikan seperti fitnah dan pencemaran nama baik, maka harus mengacu pada ketentuan dalam UU Pers. Hal ini karena UU Pers merupakan lex specialis dari UU dan perubahannya dan sebagai lex generali, sehingga berlaku asas lex specialis
yang menjelaskan bahwa pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers, yang merupakan hasil kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan UU Pers, diberlakukan mekanisme sesuai dengan UU Pers sebagai lex specialis bukan UU ITE”, tegas Rukmana.
Selain itu, Rukmana juga menegaskan bahwa ; Menegakkan Kemerdekaan Pers: ada “1001” Alasan, Undang-Undang Pers Lex Specialis, Menyelesaikan Permasalahan Akibat Pemberitaan Pers.
Mekanisme Penyelesaian atas Pemberitaan Pers yang Merugikan
Lanjut Rukmana, UU Pers merupakan lex specialis terhadap KUHP. Sehingga, apabila terdapat suatu permasalahan yang berkaitan dengan pemberitaan pers, peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah UU Pers.
Selain itu menurut Rukmana, dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya, wartawan tidak dapat dihukum dengan menggunakan KUHP sebagai suatu ketentuan yang umum (lex generali).
Langkah Hukum atas Pemberitaan Pers yang Merugikan
1. Mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi
Hak jawab dalam UU Pers adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baik Kemudian, pers wajib melayani hak jawab dan hak koreksi.
Ia juga menjelaskan bahwa hak jawab adalah hak seseorang, sekelompok orang, organisasi atau badan hukum untuk menanggapi dan menyanggah pemberitaan atau karya jurnalistik yang melanggar Kode Etik Jurnalistik, terutama kekeliruan dan ketidakakuratan fakta, yang merugikan nama baiknya kepada pers yang mempublikasikannya.
Hak jawab berisi sanggahan dan tanggapan dari pihak yang dirugikan dan diajukan langsung kepada pers yang bersangkutan dengan tembusan ke Dewan Pers.
Pengajuan hak jawab dilakukan secara tertulis termasuk digital dan ditujukan kepada penanggung jawab pers bersangkutan atau menyampaikan langsung kepada redaksi dengan menunjukkan identitas diri.
Selain itu, pihak yang dirugikan wajib memberikan informasi yang dianggap merugikan dirinya baik bagian per bagian atau secara keseluruhan data pendukung.
Hak jawab dilakukan secara proporsional, dan jika disetujui para pihak, maka hak jawab dapat dilayani dalam format ralat, wawancara, profil, features, liputan talkshow, pesan berjalan, komentar media siber, dan format lain selain format iklan.
Perlu diketahui bahwa hak jawab harus dilakukan dalam waktu secepatnya atau pada kesempatan pertama sesuai dengan sifat pers yang bersangkutan. Untuk pers cetak, hak jawab dimuat pada edisi berikutnya atau paling lambat dua edisi sejak hak jawab diterima. Sedangkan untuk pers televisi atau radio wajib memuat hak jawab pada program berikutnya. Apabila terdapat kekeliruan atau ketidakakuratan fakta yang bersifat menghakimi, fitnah dan atau bohong, pers harus meminta maaf.
Hak jawab tidak berlaku jika setelah dua bulan sejak berita dipublikasikan pihak yang dirugikan tidak mengajukan hak jawab, kecuali atas kesepakatan para pihak.
Adapun, hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Terkait kasus kasus perlnculikan yang dialami empat orang Jurnalis papuanews.com ini berawal saat penanggung jawab Papuanewsonline.com, Ifo Rahabav memenuhi panggilan penyidik Polres Mimika untuk pemeriksaan atas dugaan pencemaran nama baik. Namun, alih-alih menjalani pemeriksaan profesional, situasi berubah menjadi malam penuh ancaman.
“Padahal dalam konteks Polisi memanggil wartawan terkait sengketa pers wartawan dapat menolak panggilan polisi, hal ini diatur dalam UU Pers no. 40 tahun 1999 pasal 4 ayat 4 Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak ditambah lagi dengan MOU Kapolri dengan Dewan Pers yang sepakat terkait penyekesaian sengketa Pers tidak melalui jalur KUHP”, terang Rukmana.
” Saksi menyebut bahwa AKP Rian Oktaria sempat mendatangi ruang pemeriksaan dengan nada marah, lalu berbalik ke luar sambil berteriak di depan dua jurnalis lain yang menunggu: “Ini malam panjang, lama-lama sa tembak kepala!”,” tegas Rukmana.
Ancaman itu bukan isapan jempol, menurut saksi, setelah Ifo keluar dari ruang pemeriksaan, Kasat Reskrim kembali menghubunginya lewat telepon dan menantang berkelahi sambil memaki: “Anjing kamu di mana, mari kita duel satu lawan satu”.
Tak hanya itu, belasan anggota polisi yang dipimpin langsung AKP Rian mendatangi kantor redaksi Papuanewsonline.com. Empat jurnalis Ifo, Zidan, Abimanyu, dan satu rekan lain dipaksa naik ke mobil berbeda setelah seluruh ponsel mereka disita.
Diceritakan bahwa; setibanya di halaman Polres Mimika sekitar pukul 00.00 WIT, mereka dikeroyok dengan teror verbal dan ancaman fisik.
Konyolnya, dengan sikap arogansinya Kasat Reskrim menantang duel, bahkan menyebut dirinya “orang Mabes” sambil mengancam: “Ada parang dan pisau di mobil saya, kalau kalian tidak mau duel ya kita baku potong”.
Bahkan, dua jurnalis, Abimanyu dan Zidan, sempat ditarik ke lapangan dan dipaksa berduel. Sementara itu, makian demi makian “anjing” terus dilontarkan di hadapan mereka.
” Puncaknya, menjelang subuh, keempat jurnalis dipaksa menandatangani surat pernyataan di atas meterai, berisi permintaan maaf dan janji untuk menghapus berita kritis tentang Kapolres dan Kasatreskrim Mimika,” ujar Rukmana lagi menirukan ucapan korban.
Dengan adanya kejadian itu, Forum PWI menilai perlakuan intimidasi, teror dan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh Kasatreskrim Polres Mimika dan sejumlah anggotanya itu, jelas-jelas telah melanggar UU 2 Tahun 2002 tentang Polri dan Peraturan Polri (Perpol) 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri sehingga menjadikan citra negatif dan buruk terhadap institusi Polri. Oleh karenanya sangat wajar kalau pimpinan Polri memecat dan mengeluarkan aparatnya dari keanggotaan Polri.
Hal ini dengan tegas dinyatakan dalam pasal 19 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Sementara di Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri disebutkan pada pasal 5 ayat 1 huruf b dan c bahwa setiap pejabat Polri dalam etika kelembagaan wajib: menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri serta menjalankan tugas, wewenang, dan tanggungjawab secara profesional, proporsional, dan prosedural.
Bahkan di pasal 7 huruf a dinyatakan bahwa setiap pejabat Polri dalam etika kemasyarakatan wajib menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak asasi manusia. Sedang dalam etika kepribadian dikatakan di pasal 8 huruf b bahwa setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian wajib humanis serta larangan bersikap, berucap dan bertindak sewenang-wenang di pasal 12 huruf e.
Lantaran itu, apa yang dilakukan oleh Kasatreskrim Polres Mimika dan sejumlah anggotanya tersebut bukan saja merupakan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Profesi Polri tapi juga pelanggaran pidana dan Hak Asasi Manusia.
Karenanya, Forum PWI mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memecat Kasatreskrim Polres Mimika AKP Rian Oktaria melalui putusan Majelis Sidang Kode Etik. Hal ini sesuai dengan statment Kapolri yang menginstruksikan seluruh jajarannya mulai dari tingkat Polda hingga Polsek untuk melindungi kerja-kerja jurnalis di lapangan.