Redaksi
MEDIA WARTA NASIONAL | BEKASI – Berbelit, terlalu membuang-buang waktu, biaya, serta melakukan hal-hal yang tidak perlu—itulah gambaran Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025.
Baca Juga:
Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua Umum Forum Penulis dan Wartawan Indonesia (FPWI), Rukmana, S.Pd.I., CPLA, pada hari ini, Kamis (10/07/2025), saat ditemui wartawan di kediamannya di Villa Gading Harapan 5, Tambun Utara, Bekasi, Jawa Barat.
“SPMB tahun 2025 tidak efisien dan memalukan. Ini mencerminkan tingkat dedikasi para pegawai Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat yang rendah dan malas,” terangnya.
Ia melanjutkan, indikator rendahnya dedikasi pegawai Disdik Jabar terlihat dari cara penerapan sistem SPMB.
“Saya beri contoh: untuk mendaftar melalui jalur prestasi, calon murid harus mengunggah seluruh data pribadi siswa dan orang tua, tujuan sekolah, sekolah asal, surat pertanggungjawaban mutlak bermaterai dari orang tua serta dari Ketua RT, RW, atau Lurah, dan juga syarat khusus lainnya. Setelah itu, calon siswa mengikuti tes akademik di sekolah, kemudian hasilnya diumumkan. Namun setelah dinyatakan lulus dan diterima di sekolah tujuan, calon siswa masih diminta membawa kembali seluruh berkas yang sebelumnya sudah diunggah ke aplikasi atau server SPMB 2025. Ini sungguh melelahkan dan sangat berbelit-belit,” katanya.
Selain itu, calon siswa juga diminta membawa surat pernyataan orang tua, pernyataan calon siswa, dan formulir pendaftaran, padahal pendaftaran dan daftar ulang sudah dilakukan secara online di server SPMB, termasuk pembuatan Surat Pertanggung Jawaban Mutlak dari orang tua. Ini sangat berbelit,” tutur Rukmana lagi.
“Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, harus segera membenahi SPMB ke depan, agar sistem ini menjadi lebih efisien dan efektif. Wajar jika ada warga Bandung yang melayangkan somasi ke Dinas Pendidikan Kota Bandung karena anaknya, yang merupakan juara olimpiade bidang olahraga, tidak lolos masuk sekolah negeri. Bahkan ada anak seorang pemulung di Bantar Gebang yang sampai membuat surat terbuka kepada Gubernur Jawa Barat karena mengalami kasus yang sama berprestasi namun tidak diterima di sekolah negeri.