Oleh: Mustofa
Media Warta Nasional|Jakarta – Dijegal oleh perusahaan melalui medical check up tapi ternyata test urine tidak sesuai dengan prosedur, 11 Tahun Mengabdi di Perusahaan, di PHK karena Medical Chek-Up dan Test Urine yang tidak Sesuai Prosedur, 4 Orang Karyawan Kontrak diberhentikan Sebelah pihak oleh PT. Bandar Krida Jasindo Bongkar Muat Milik Swasta.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang kerap kali dirasakan oleh para pekerja terkadang menimbulkan polemik dan permasalahan bila pihak perusahaan tidak mengindahkan undang-undang ketenagakerjaan dan bahkan tidak memberikan hak para pekerja dalam hal pekerja telah mengabdikan dirinya di perusahaan selama beberapa tahun.
Christian salah satu Ex pekerja bongkar muat yang telah 11 Tahun menjadi pekerja kontrak di perusahaan bongkar muat milik swasta di Pelabuhan Tanjung Priok memaparkan perihal pemutusan hubungan kerja yang dia alami ke awak media beberapa waktu lalu.
” Pemutusan hubungan kerja dari pihak perusahaan bongkar muat yang saya dan rekan-rekan alami bermula pada tanggal 12/09/2023 pihak personalia kirimkan info melalui whatsapp untuk mengikuti medikal check up yang akan dilakukan 13/09/2023″, Ungkapnya.
” Karena ini keharusan dari perusahaan maka saya dan tujuh rekan kerja yang pada medical check up lalu (12/02) tidak bisa hadir datang ke Diskes Lantamal III Sunter Jakarta Utara untuk medical check up, namun setibanya disana ternyata kami hanya dites urine bukan medical check up”, tuturnya sambil mengerutkan keningnya penuh rasa heran.
Christian juga menceritakan mekanisme pemeriksaan urine yang diikuti bersama 6 orang lain nya.
“Setelah mengikuti test urine saya dan 6 rekan lainnya dipersilahkan menunggu di area parkir atas perintah manager SDM , kemudian kami diminta untuk kembali ke kantor, setibanya di kantor kami diminta untuk menunggu hasil test urine tersebut, nah setelah itu 4 orang dari kami dipersilahkan kembali ke pelabuhan untuk melanjutkan pekerjaan”, katanya.
Lanjut Christian, saya dan 2 orang teman diminta tetap menunggu di kantor, lalu kami dipanggil oleh manager SDM dan manager SDM menyatakan bahwa dari tiga botol berisi urine saya dan dua rekan tadi mengandung dua unsur yang katanya dalam jenis narkotika sabu dan inex, yang saya heran mengapa hasil test urine tidak diberikan secara tertulis layaknya pemeriksaan melalui rumah sakit atau klinik”, terangnya.
“Setelah info itu kami terima, kami diminta kembali ke rumah masing-masing setelah itu pada 22/09 kami diberikan info melalui whatsapp dalam bentuk pdf oleh manager SDM terkait akan adanya pemutusan hubungan kerja selama 14 hari, setelah kami menunggu selama 14 hari tidak ada kejelasan status kami di perusahaan , akhirnya saya bolak balik ke kantor demi menanyakan info selanjutnya, apakah kami masih di perbolehkan bekerja atau tidak, ahirnya 20/10/2023 saya dikirimkan surat PHK,” ujar Christian dengan wajah kecewa.
“Saya merasa test urine itu mengada – ada dan tidak benar, oleh karena itu saya berusaha menemui manager SDM untuk menanyakan hal tersebut, sayangnya niat saya ini tidak di gubris”, terangnya.
Masih menurut Christian,”setelah kami menerima surat PHK , kami dikumpulkan oleh manager diruangan Direktur, duduk bersama dengan manager SDM dan manager lapangan kami, saat itu kami tanyakan terkait perjanjian kontrak kerja yang baru akan berahir 14/12/24, mengapa kami di PHK sebelum masa ahir kontrak kerja kami” katanya.
“Kami juga tanyakan soal pesangon, karena masa kerja kami di perusahaan bongkar muat ini cukup lama sejak 1/04/2012 hingga 10/10/2023 mengapa perusahaan tidak memberikan pesangon atau membayarkan sisa kontrak kerja kami dengan alasan persoalan yang kami alami yaitu test urine adalah fatal dan tertera di peraturan perusahaan, kami rasa pihak perusahaan tidak adil terhadap kami”, tandasnya.
“Kami yakin test urine tersebut diduga direkayasa, dan anehnya mengapa hanya kami yang dites urine padahal di perusahaan tersebut memiliki ratusan karyawan, kami anggap ada sentimen terhadap kami. “Sebut nya.
Dijelaskan status pekerja yang telah mengabdikan diri di perusahaan bongkar muat tersebut walaupun sudah belasan tahun bahkan ada yang telah 20 tahun status pekerja masih saja sebagai pekerja kontrak yang seharusnya setiap tiga tahun sekali ada pengangkatan status pekerja yang tertuang dalam undang-undang tenaga kerja.
” Yang perlu digaris bawahi saya dan teman-teman telah belasan tahun bahkan ada yang sudah 20 tahun bekerja disana status kami masih saja pekerja kontrak semua orang juga tahu undang-undang tenaga kerja, bila masa kerja sudah 3 tahun maka dengan sendirinya pihak perusahaan wajib mengangkat jadi karyawan tetap, dan mirisnya lagi bila ada pekerja yang mengalami musibah meninggal dunia, pihak perusahaan hanya kasih kerohiman sebesar 1 kali gaji walaupun sudah bertahun-tahun menjadi pekerja di sana”, ungkapnya lagi.
“Akhirnya kami mengadu ke Dinas tenaga kerja Jakarta Utara untuk meminta Dinas membantu permasalahan yang tengah kami hadapi. Setelah mengikuti beberapa mekanisme pemanggilan mulai dari mediasi pertama hingga ketiga, pihak perusahaan tetap pada keputusannya membayar kami sejumlah 1 kali gaji”.
“Saat ini masalah tersebut ditangani Serikat pekerja FBTPI (Federasi Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia ) untuk meminta hak kami yang di dzolimi oleh pihak perusahaan, dan Alhamdulillah kami disambut baik oleh sekjen FBTPI, Haerul dan Serikat pekerja siap bantu kami memperjuangkan hak-hak kami sebagai pekerja agar kami bisa melanjutkan hidup” pungkasnya.