Oleh : Redaksi
MEDIA WARTA NASIONAL|SUKABUMI –Dugaan pemalsuan tanda tangan dalam perkara gugatan cerai mencuat di Kabupaten Sukabumi. Kuasa hukum Siti Siska Lestari, Suta Widhya, S.H., melaporkan kasus tersebut ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sukabumi untuk diproses secara pidana.
Baca Juga:
Perkara ini terungkap setelah Siti Siska Lestari, seorang ibu rumah tangga, menerima salinan akta cerai dalam format PDF pada 13 Oktober 2025.
Dokumen tersebut diterima tanpa pernah ada pengajuan gugatan cerai maupun penandatanganan surat kuasa oleh yang bersangkutan. Kejanggalan semakin menguat lantaran peristiwa itu terjadi tak lama setelah suami Siska berstatus sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Suta Widhya menjelaskan, kliennya tidak pernah menandatangani dokumen apa pun terkait perceraian. Setelah dilakukan penelusuran, pihaknya menemukan indikasi kuat adanya pemalsuan tanda tangan pada surat kuasa yang digunakan dalam proses gugatan cerai tersebut. Temuan ini kemudian dilaporkan secara resmi kepada kepolisian untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum pidana.
“Klien kami tidak pernah mengajukan cerai, tidak pernah menandatangani surat kuasa, dan tidak pernah mengetahui proses persidangan. Fakta adanya akta cerai inilah yang menjadi dasar laporan pidana,” ujar Suta Widhya kepada wartawan di Sukabumi, Minggu (28/12/2025) malam.
Kasus ini sekaligus menyoroti potensi celah dalam mekanisme perceraian secara verstek, yakni putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran salah satu pihak. Dalam praktiknya, proses tersebut dinilai rawan disalahgunakan apabila alamat, identitas, atau dokumen pendukung dimanipulasi oleh pihak tertentu.
Hingga akhir Desember 2025, Unit PPA Polres Sukabumi masih aktif melakukan penyidikan dengan fokus pada verifikasi keaslian dokumen dan pemeriksaan forensik tanda tangan. Kepolisian belum mengumumkan adanya tersangka maupun penangkapan, mengingat proses pendalaman perkara masih berlangsung.
Suta Widhya menambahkan, dugaan sementara mengarah pada kemungkinan keterlibatan pihak suami atau pihak ketiga yang memanfaatkan proses cerai verstek. Dugaan motif juga dikaitkan dengan persoalan finansial rumah tangga, mengingat pada pertengahan Juli 2024 dan Agustus 2025, pasangan suami istri tersebut diketahui memiliki pinjaman di Bank BJB masing-masing sebesar Rp320 juta dan Rp60 juta.
“Hingga hari ini, penyidik masih mendalami alur munculnya tanda tangan palsu pada surat kuasa yang kami temukan di Bandung, yang merupakan lokasi kerja suami klien kami. Informasi tersebut baru kami peroleh pada Selasa, 16 Desember 2025,” jelasnya.
Selain aspek pidana, konflik rumah tangga ini juga diwarnai sengketa harta bersama. Upaya perdamaian atau islah disebut telah dilakukan dengan melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Surade sepanjang November 2025, namun tidak membuahkan hasil.
“Klien kami sudah menunjukkan sikap tegas dan terbuka untuk berdamai. Namun pihak terlapor dinilai terus mengulur waktu, sehingga momentum islah yang dianjurkan dalam ajaran Islam tidak tercapai. Karena itu, kami turun langsung mendampingi paralegal kami, saudari Maimunah Yuliana Mahmud, S.E., dan Mansyur, meski musyawarah tetap menemui jalan buntu,” pungkas Suta Widhya.
Penyidikan kasus ini masih terus berlanjut. Publik kini menantikan langkah tegas aparat penegak hukum untuk mengungkap pihak yang bertanggung jawab atas dugaan pemalsuan dokumen hukum tersebut.


















