Reporter: Ramdhani
Editor: Wiratno
MEDIA WARTA NASIONAL | JAKARTA – Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Abdul Manan, menyatakan terdapat puluhan pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang berpotensi mengancam kebebasan pers dan memenjarakan jurnalis.
Baca Juga:
Hal itu disampaikan Abdul Manan dalam kegiatan Coaching Clinic Hukum untuk Jurnalis: Memahami Delik Pers dalam KUHP Baru, yang digelar di Hotel Mahakam, Jakarta, Senin (30/6/2025). Acara ini merupakan kerja sama antara Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Puspenkum Kejagung) dan Forum Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka).
“Dewan Pers akan membahas persoalan ini dalam rencana strategis (Renstra) yang akan disusun bulan depan. Ini bagian dari langkah kami dalam merespons KUHP yang akan berlaku mulai tahun depan,” kata Abdul Manan di hadapan para peserta.
Abdul Manan membeberkan sedikitnya 30 pasal dalam KUHP Nomor 1 Tahun 2023 yang dinilai rawan disalahgunakan untuk menjerat jurnalis. Beberapa di antaranya berkaitan dengan penghinaan terhadap presiden, penyebaran berita bohong, penghinaan terhadap lembaga negara, penyadapan, serta pencemaran nama baik.
Berikut sebagian daftar pasal yang disorot:
• Pasal 218–219 tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
• Pasal 240–241 tentang penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara.
• Pasal 263–264 tentang penyiaran berita bohong dan berita yang tidak pasti.
• Pasal 433–434 tentang pencemaran dan fitnah.
• Pasal 443 tentang pembukaan rahasia.
“Antisipasi yang akan dilakukan adalah sosialisasi kepada wartawan agar KUHP ini tidak menjadi momok baru,” ujar Abdul Manan.
Ia juga menyoroti kenyataan bahwa dalam rentang waktu 2003 hingga 2014, KUHP lama pernah digunakan untuk menjerat jurnalis melalui jalur pidana.
“Artinya, ini bukan ancaman yang bersifat ilusi. Ini ancaman nyata,” tegasnya.
Pernyataan Abdul Manan menanggapi pandangan salah satu narasumber lain, Ganjar Laksamana Nonaprapta, akademisi hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang menyebut bahwa KUHP baru tidak dimaksudkan untuk menyasar wartawan.
Abdul Manan tidak sependapat dengan pandangan tersebut. Menurutnya, dalam praktik, banyak pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan menggunakan jalur hukum pidana karena tidak bisa lagi melakukan pembredelan media seperti di era Orde Baru.
“Dewan Pers, akan terus mengawal implementasi KUHP baru agar tidak merugikan kebebasan pers dan profesionalisme jurnalistik,” pungkasnya.