Reporter: Ramdhani
Editor: Rukmana
Baca Juga:
MEDIA WARTA NASIONAL | JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyoroti sejumlah kejanggalan dalam sidang lanjutan kasus dugaan perintangan jalan oleh dua karyawan PT Wana Kencana Mineral (WKM), Awwab Hafids dan Marsel Bialembang. Sidang yang digelar pada Selasa (17/9/2025) tersebut menghadirkan dua saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni Ilham dan Beny.
Dalam kesaksiannya, Ilham menyampaikan bahwa akses jalan selebar 10–15 meter yang digunakan PT Position menuju area proyek diduga dipalang sejak 19 Maret 2025. Namun, ia juga menyebut bahwa aktivitas terganggu hingga April 2024, sebuah pernyataan yang justru menunjukkan kejanggalan dalam urutan waktu kejadian.
“Saudara saksi, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Anda menyampaikan hal yang berbeda dari yang Anda sampaikan hari ini. Bagaimana bisa terjadi perubahan keterangan?” tanya Ketua Majelis Hakim, Sunoto, dalam persidangan.
Hakim menilai perubahan keterangan tersebut sebagai hal serius yang dapat berimplikasi hukum, terutama jika berkaitan langsung dengan pokok perkara. Sepanjang persidangan, Ilham juga tampak gugup dan memberikan sejumlah jawaban yang tidak konsisten.
Ilham turut mengakui bahwa sebagian dari keterangannya bukan merupakan hasil pengamatan langsung, melainkan informasi yang ia peroleh dari rekan-rekannya di lapangan. Ia juga menyatakan bahwa sejak Oktober 2024, PT Position telah melakukan peningkatan jalan, yang sebagian berada di dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT WKM.
Penasihat hukum terdakwa, OC Kaligis, menyatakan bahwa kesaksian para saksi tidak dapat dijadikan dasar hukum karena dianggap tidak berbasis fakta. Ia menyebut kesaksian tersebut hanyalah narasi sepihak.
“Keterangan mereka hanya narasi, bukan fakta. Saya memegang surat resmi dari Gakkum tertanggal 27 Agustus 2025 yang menyatakan bahwa tindakan pematokan di lokasi tersebut tidak melanggar aturan,” ujar Kaligis kepada wartawan seusai sidang.
Kaligis juga mempertanyakan keabsahan BAP yang dinilainya janggal. Ia mengungkapkan bahwa jawaban dari 35 pertanyaan dalam BAP saksi Ilham dan Beny identik, termasuk dalam penggunaan tanda baca, dan hanya berbeda pada bagian identitas pribadi.
“Ini menunjukkan indikasi bahwa BAP tersebut bukan berasal dari keterangan individu, melainkan disusun oleh penyidik,” tambahnya.
Sementara itu, penasihat hukum lainnya, Dr. Rolas Budiman Sitinjak, menegaskan bahwa pembukaan lahan yang dilakukan oleh PT Position telah melampaui batas kewajaran. Menurutnya, area yang dibuka menyerupai lapangan dengan luas mencapai lebar 100 meter dan kedalaman hingga 20 meter.
“Kalau kita lihat dari foto dan video yang ditampilkan di persidangan, itu bukan perbaikan jalan biasa. Gakkum KLHK sudah berkali-kali turun ke lokasi dan menyatakan ini pelanggaran. Ini masuk ranah ilegal mining,” ujar Rolas.
Ia juga menilai bahwa proses hukum dalam perkara ini tidak berjalan adil. Rolas mempertanyakan mengapa laporan yang diajukan oleh PT WKM terhadap PT Position justru dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), sementara laporan dari PT Position diproses dan langsung menetapkan dua karyawan PT WKM sebagai tersangka.
“Klien kami hanya mematok titik koordinat di wilayah IUP mereka sendiri. Tapi justru mereka yang dipidanakan. Sementara pihak yang merambah kawasan hutan tanpa izin, tidak diproses hukum,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus ini berawal dari laporan PT Position yang menyebut akses jalan mereka terhalang akibat pematokan yang dilakukan oleh karyawan PT WKM. Sementara itu, pihak PT WKM menyatakan bahwa pematokan dilakukan di atas lahan konsesi mereka sendiri dan merupakan bagian dari pengamanan wilayah usaha.
Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pekan depan dengan agenda pemeriksaan tambahan saksi dan dokumen pendukung.