Reporter: Darsani
Editor: Wiratno
Baca Juga:
MEDIA WARTA NASIONAL | JAKARTA – Pagi yang biasanya ramai oleh arus kendaraan mendadak berubah menjadi lautan keresahan di halaman Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Puluhan orang tua dan wali pelajar berdesakan, sebagian memegang map lusuh berisi dokumen identitas anaknya, sebagian lagi hanya menggenggam secarik kertas dengan wajah tegang. Mereka mencari satu hal yang sama: kepastian keberadaan anak-anak mereka yang ditangkap setelah unjuk rasa di Gedung DPR, Senin, 25 Agustus lalu.
Namun yang mereka dapat justru ketidakjelasan. Hingga siang, pihak kepolisian tak juga merilis daftar nama resmi siapa saja yang ditahan. Situasi ini memantik desakan keras agar Polda Metro Jaya segera membuka data penahanan secara transparan.
Di tengah kepanikan itu, tim advokasi LBH K-SARBUMUSI hadir mendampingi. “Ketidakjelasan data ini membuat banyak orang tua bingung, apakah anak mereka benar-benar ditahan atau hanya diamankan sementara,” ujar Brama Aryana, kuasa hukum LBH K-SARBUMUSI yang memimpin pendampingan.
LBH menyoroti praktik pemberian surat pernyataan oleh polisi kepada orang tua. Surat itu dikhawatirkan menjadi alat pengakuan yang justru bisa memberatkan pelajar di kemudian hari. “Jangan sampai proses administrasi ini mengorbankan masa depan mereka,” kata Brama, didampingi tiga rekannya, Edwar Tanjung, Iswan Ahmad, dan Alfan Rizky.
Tim LBH K-SARBUMUSI membagi peran: mendata orang tua yang kebingungan, melakukan pendampingan hukum, menekan polisi agar transparan, dan memastikan tak ada klausul merugikan dalam dokumen yang diminta. Bahkan, ketika ada empat pelajar yang tidak dijemput keluarganya, tim hukum ini turun langsung menjadi pendamping resmi—berbekal surat tugas dari DPP K-SARBUMUSI yang ditandatangani Direktur DR. Muhtar Said.
Dari data lapangan, total ada 98 pelajar yang ditahan pasca demonstrasi. LBH menilai pola pelayanan yang berantakan di Polda Metro bukan hanya menambah beban administratif, tapi juga memicu trauma psikologis baru bagi keluarga.
“Negara seharusnya melindungi hak-hak anak, bukan membuat mereka merasa bersalah sebelum terbukti,” tegas Brama.
Sejauh ini, LBH K-SARBUMUSI memastikan satu hal: tak ada satu pun anak yang ditahan tanpa pendampingan hukum.