Reporter: Darsani
Editor: Wiratno
Baca Juga:
MEDIA WARTA NASIONAL | JAKARTA – Ambisi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) di bawah kendali Menteri Yassierli untuk membangun kerangka hubungan industrial transformatif menuju Indonesia Emas 2045 tengah diuji oleh kenyataan getir di lapangan: kelangkaan tenaga mediator.
Hingga kini, Indonesia hanya memiliki 1.064 mediator untuk melayani lebih dari 150 juta pekerja dan jutaan perusahaan. Rasio timpang ini membuat antrean kasus perselisihan hubungan industrial menumpuk, penyelesaian sengketa melambat, dan hak-hak pekerja terabaikan.
“Masalah ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Jika tidak ditangani, Indonesia Emas 2045 hanya akan jadi ilusi,” kata Mohammad Abdul Jabbar dari LBH Konfederasi Sarbumusi. Ia menilai pemerintah gagal melibatkan elemen-elemen kunci seperti lembaga bantuan hukum dan serikat pekerja dalam penyusunan kebijakan.
Beban Berat di Daerah
Krisis mediator paling terasa di luar Jawa. Akses terhadap mediator profesional di daerah hampir tidak tersedia, membuat pekerja kian termarjinalkan. Sementara Kemnaker sibuk mengumandangkan jargon transformatif, fondasi dasarnya justru rapuh.
Dampak Sistemik
Kelangkaan mediator dianggap sebagai masalah kritis. Pertama, hak konstitusional pekerja untuk memperoleh keadilan tergadai. Kedua, perselisihan yang berlarut-larut menggerus produktivitas nasional dan menciptakan ketidakpastian investasi, membuat Indonesia tertinggal dari Vietnam. Ketiga, kredibilitas pemerintah ikut tergerus karena lebih piawai berwacana ketimbang mengeksekusi.
Solusi yang Diabaikan
Sarbumusi telah mengajukan sederet solusi konkret. Mulai dari pelibatan resmi LBH dan serikat pekerja dalam perumusan kebijakan, pengalokasian anggaran besar untuk merekrut dan melatih mediator baru, hingga transparansi sistem pemantauan kasus. Namun, usulan itu justru tidak digubris.
“Kemnaker terjebak dalam kultur birokrasi yang gemar wacana tetapi alergi aksi,” ujar Abdul Jabbar. Menurutnya, pemerintah lebih nyaman bermonolog ketimbang membuka ruang kolaborasi.
Antara Janji dan Realita
Di bawah kepemimpinan Yassierli, Kemnaker tengah gencar menyosialisasikan narasi transformasi hubungan industrial. Namun, tanpa pembenahan struktural pada persoalan dasar seperti kelangkaan mediator, janji itu dinilai tak lebih dari kemunafikan kebijakan.
Jika pola ini berlanjut, target besar Indonesia Emas 2045 bukanlah gambaran kemakmuran pekerja. Yang terjadi justru sebaliknya: antrean panjang mencari keadilan yang tak kunjung tiba.