Redaksi
“Dalami audio yang diserahkan saksi, karena hanya Komisi Pemberantasan Korupsi (Pasal 12 ayat (1) UU 19/2019)Kepolisian Republik Indonesia (Perkapolri 5/2010)Kejaksaan Agung (Pasal 30C huruf i UU 11/2021)Badan Intelijen Negara (Pasal 31 dan 32 UU 17/2011) yang berwenang melakukan penyadapan atau merekam“
MEDIA WARTA NASIONAL | JAKARTA Sidang perkara nomor 477/Pid.B/2025/PN.Jkt.Utr kembali bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis, 14/08/2025. Agenda kali ini menghadirkan tiga saksi pelapor: David, Catur, dan Ngulatno. Mereka diminta memberikan keterangan terkait video rekaman detik-detik pembongkaran pagar di Jalan Cakung Cilincing, Jakarta Utara, yang diklaim milik PT Dian Swastatika Sentosa (PT DSS).
Baca Juga:
Namun, saat rekaman CCTV diputar di ruang sidang, tak tampak sosok Siti Aminah, terdakwa dalam perkara ini, berada di lokasi kejadian. Fakta itu menjadi sorotan kuasa hukum terdakwa, Yuniarto, SH, yang menilai kesaksian para saksi tidak memenuhi syarat hukum.
“Menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan tentang perkara pidana yang ia dengar, lihat, atau alami sendiri. Definisi ini sama dengan pengertian dalam KBBI. Ketiga saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum tidak berada di lokasi kejadian, tidak melihat langsung, dan hanya mengetahui dari rekaman CCTV,” ujar Yuniarto kepada wartawan di kantornya.
Ketidakhadiran Siti Aminah di lokasi juga dipertanyakan pihak hakim maupun JPU. “Mana Siti Aminah? Kok tidak ada?” kata Yuniarto menirukan pertanyaan JPU Zainal di tengah persidangan.
Bagi Yuniarto, keterangan saksi yang tidak ditopang bukti kuat, apalagi rekaman video yang justru tidak menunjukkan keberadaan terdakwa, dapat menjadi dasar pelaporan pidana terhadap saksi atas dugaan memberikan keterangan palsu. “Jika tuduhan terhadap klien kami tidak bisa dibuktikan, maka seharusnya Jaksa memproses hukum saksi yang telah menuding tanpa dasar, karena kesaksian seseorang dalam persidangan itu menentukan nasib orang, jika kesaksian mengada – ada dan terdakwa dipenjara maka ini adalah kejahatan yang harus dijatuhi hukuman” tegasnya.
Ia berharap majelis hakim menilai perkara ini dengan kepala dingin dan objektif. “Putusan harus didasarkan pada fakta persidangan, bukan asumsi atau kesaksian yang tak memenuhi syarat,” kata Yuniarto menutup pernyataannya.
Ketua LBH Hade Indonesia Raya Fuji Handoyo, SH., yang juga kuasa hukum terdakwa mengatakan, “ada audio yang diberikan oleh saksi kepada Majelis Hakim, ini harus didalami, darimana Saksi mendapatkan rekaman (suara) percakapan tersebut, karena hanya polisi, jaksa dan KPK yang boleh melakukan penyadapan atau perekaman, jika rekaman suara tersebut diperoleh secara ilegal, saksi dapat dikenakan hukuman ini mengacu pada Undang – undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Pasal 12 ayat (1) UU 19/2019), Kepolisian Republik Indonesia (Perkapolri 5/2010), Kejaksaan Agung (Pasal 30C huruf i UU 11/2021) dan Badan Intelijen Negara (Pasal 31 dan 32 UU 17/2011)”, ungkap Fuji.