Redaksi
MEDIA WARTA NASIONAL | BEKASI — Pagi itu, Senin, 3 Juni 2025, halaman SMAN 9 Tambun Selatan mendadak riuh. Bukan oleh derap baris-berbaris atau latihan upacara, melainkan teriakan protes dan spanduk bertuliskan sindiran pedas: “Abu buat cuci tangan bu?” dan “Sekolah tanah merah sampai kapan?”
Baca Juga:
Ratusan siswa berdiri di bawah matahari, memprotes sesuatu yang lebih dari sekadar snack tak sampai ke tangan. Mereka menuntut transparansi, mempertanyakan ke mana larinya uang iuran yang diminta sekolah, dan menyoroti fasilitas yang dianggap minim. Aksi ini direkam, dibagikan, lalu menyebar seperti api di rumput kering di jagat media sosial.
Dari Snack ke Sorotan Publik
Demo itu bermula dari sebuah peristiwa kecil yang berbuntut panjang: siswa diminta menandatangani daftar penerimaan makanan ringan—yang tak pernah mereka terima. Bagi siswa SMAN 9 Tambun Selatan, ini bukan insiden sepele. Ini, kata mereka, adalah puncak dari gunung es panjang bernama “pungli.”
Dalam video yang diunggah akun @mdy_asmara1701 dan @info_tambun di Twitter dan TikTok, para siswa tak hanya menyampaikan keluhan soal snack. Mereka menyentil soal fasilitas sekolah yang buruk, hingga kepemimpinan kepala sekolah yang mereka anggap tak responsif.
Kurniawati dan Bayang-Bayang Kepemimpinan
Nama Kurniawati, Kepala Sekolah SMAN 9 Tambun Selatan, pun ikut terseret dalam pusaran polemik. Perempuan dengan jabatan Guru Ahli Muda dan pangkat Penata Tingkat I/III ini, selama ini dikenal pendiam. Namun di mata siswa dan sebagian warganet, kepemimpinannya tengah diuji.
“Ada yang bilang dia nggak takut sama KDM,” tulis seorang pengguna Twitter, merujuk pada Koordinator Dinas Menengah (KDM). “Masalah ini udah sejak dia menjabat,” tambah akun lain yang menyarankan publik melihat akun Instagram @fakta.9, tempat keluhan siswa kerap dibagikan.
Resonansi Ketidakpuasan
Demo itu membuka tabir keluhan lain: ruang kelas yang panas, sarana cuci tangan seadanya, hingga komunikasi yang minim antara sekolah dan siswa. Beberapa alumni bahkan menyebut bahwa sejak pergantian kepsek, aroma ketidakpuasan telah muncul, meski saat itu belum menjadi gelombang seperti sekarang.
“Bukan cuma soal snack,” ujar akun @bet, “lihat spanduknya, itu suara dari keresahan yang lama dipendam.”
Dinas Belum Bicara, Penyelidikan Berjalan
Hingga berita ini diturunkan, Dinas Pendidikan Bekasi belum mengeluarkan pernyataan resmi. Namun sumber di internal menyebut bahwa investigasi awal telah dimulai. “Kami kumpulkan dulu data lapangan,” kata salah seorang staf dinas yang enggan disebutkan namanya.
Bagi publik, kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya transparansi di lembaga pendidikan. Di saat kepercayaan terhadap institusi sekolah diuji, para siswa—justru menjadi garda depan untuk menagih akuntabilitas.
Lebih dari Sekadar Snack
Demo siswa SMAN 9 Tambun Selatan bukan hanya soal makanan ringan yang tak kunjung datang. Ini adalah cerita tentang keresahan yang membusuk perlahan: dari fasilitas yang tak memadai, komunikasi yang minim, hingga dugaan penyalahgunaan anggaran yang menanti jawaban.
Apakah Kurniawati bisa memulihkan kepercayaan publik dan menjawab tuntutan murid-muridnya? Ataukah demo ini hanya awal dari babak baru dalam kisah panjang sekolah di pinggiran Bekasi yang selama ini luput dari perhatian?
Satu hal yang pasti: suara siswa kini sudah terdengar. Dan diam, bukan lagi pilihan