Warta Nasional

Ketum FPWI: “Negara Harus Hadir Dalam Persoalan Tanah Kawasan PUSBEKANG AD

Reporter : Darsani

Editor : Redaksi

“Premanisme yang dilakukan oleh orang atau perusahaan tertentu adalah tindakan pidana dan pelanggaran HAM, negara harus hadir”

MEDIA WARTA NASIONAL | JAKARTA – Puluhan warga yang telah tinggal selama lebih dari empat dekade di lahan tak bertuan di samping Pusat Pembekalan Angkatan Darat (PUSBEKANG AD), Cakung, Jakarta Timur, menjadi korban penggusuran paksa oleh sekelompok preman. Ironisnya, aksi brutal ini disaksikan langsung oleh aparat keamanan tanpa ada tindakan berarti.

Sejumlah rumah warga dihancurkan, warung-warung dirusak, dan warga dilempari batu oleh preman yang diduga suruhan PT. Dian Swastatika Sentosa (DSS) Jakarta Pusat. Aksi kekerasan ini mengakibatkan sejumlah warga mengalami luka serius di kepala, tangan, dan tubuh mereka.

Preman Hancurkan Rumah warga

Abdulloh, Salah Satu Korban, Bersuara

Abdulloh, salah seorang warga yang telah tinggal di lokasi tersebut sejak 1984, mengungkapkan kekecewaannya. “Kami sudah tinggal di sini sejak lama. Tanah ini kami rawat, dan selama puluhan tahun tidak pernah ada pihak yang mengaku memiliki tanah ini. Baru pada 2022, pihak PT. DSS mengklaim tanah ini milik mereka, namun mereka tidak pernah menunjukkan bukti kepemilikan yang sah,” ujar Abdulloh kepada wartawan.

Ia juga menceritakan bahwa sebelumnya PT. DSS sempat melakukan pemagaran terhadap lahan tersebut, namun warga membongkarnya karena tidak ada dasar hukum yang jelas. “Mereka pernah melaporkan saya ke Polsek Cilincing, tetapi karena tidak ada bukti kepemilikan tanah, proses hukum dihentikan,” tambahnya.

Kesaksian Hj. Aminah: Warga Diperlakukan seperti Binatang
Hj. Aminah, warga lainnya, dengan isak tangis menceritakan bagaimana rumahnya dihancurkan secara keji oleh para preman. “Mereka melempari rumah kami seperti binatang, menari-nari sambil menghancurkan rumah dan warung kami. Aparat hanya menonton, tidak ada yang membela kami,” ungkapnya.

Warga Yang Kepalanya Bocor dilempari batu oleh preman

Hj. Aminah berharap pemerintah, terutama Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN), segera mengambil tindakan tegas terhadap PT. DSS yang menggunakan kekerasan untuk mengusir warga dari tanah yang mereka klaim.

Ketua FPWI: Negara Harus Hadir
Ketua Umum Forum Penulis dan Wartawan Indonesia (FPWI), Rukmana, S.Pd.I, turut angkat bicara. Ia menegaskan bahwa tindakan ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar hak asasi manusia. “Premanisme yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk menggusur warga tanpa dasar hukum yang jelas adalah tindakan pidana. Aparat harus segera memproses kasus ini agar tidak ada kesan berpihak pada perusahaan,” tegasnya.

Rukmana juga mengingatkan bahwa tanah yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya selama puluhan tahun dapat dianggap sebagai tanah terlantar, sebagaimana diatur dalam Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) serta PP No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban Tanah Terlantar.

Harapan Warga untuk Keadilan
Warga berharap konflik ini segera diselesaikan secara hukum. Mereka meminta pemerintah hadir untuk melindungi hak-hak mereka dan menghentikan kekerasan oleh pihak yang mengaku sebagai pemilik tanah.

Tragedi ini menjadi pengingat bahwa konflik agraria masih menjadi isu serius di Indonesia. Pemerintah, aparat penegak hukum, dan lembaga terkait dituntut untuk bersikap adil dan melindungi rakyat kecil agar tidak menjadi korban ketidakadilan.

(Tim Warta Nasional)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *