Warta Pendidikan

Wali Murid SMAN 17 Kota Bekasi Mengeluhkan Pungutan Sebesar Rp: 5.500.000,- Oleh Sekolah

Oleh: redaksi

“Kepada Menteri pendidikan yang baru saya berharap agar segera menindaknlanjuti dugaan pungli di SMAN 17 Kota Bekasi sehingga para pelaku segera diproses secara hukum baik pidana atau perdata dan atau berupa administrasi”.

 

Media Warta Nasional | Kota Bekasi – Puluhan Orang tua murid Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 17 Kota Bekasi mendatangi Polres Kota Bekasi guna melaporkan adanya dugaan penipuan dan penggelapan dana siswa oleh oknum guru dengan berkedok koperasi SMA 17 Selasa 22/10/2024.

Koperasi yang mengatas namakan Koperasi SMA 17 Kota Bekasi ini disinyalir tidak memiliki izin alias ilegal, indikasinya pungutan koperasi kepada orang tua murid sebesar Rp: 150.000 dilakukan sepihak dan tanpa ada tanda terima uang dari koperasi SMAN 17 Kota Bekasi.

Menurut sumber yang dapat dipercaya saat ditemui di Polres Kota Bekasi, SMAN 17 Kota Bekasi memungut biaya seragam sebesar Rp: 1.800.000,-, SPP sebesar Rp: 200.000,- setiap bulan dan pungutan lainnya Rp: 2.500.000,- untuk pembangunan bahkan setiap kègiatan sekolah outing clas, hari besar islam dan lainnya peserta dididik juga dipungut biaya.

Masih menurut sumber tersebut, dari uang seragam Rp: 1.800.000 dialokasikan ke koperasi SMAN 17 Kota Bekasi Rp: 150.000. “Padahal kami (orang tua siswa tidak pernah mengisi formulir pendaftaran sebagai anggota koperasi, jadi kami bingung koperasi apa yah”?, bukankah koperasi hanya boleh mengumpulkan uang dari anggotanya? ungkapnya kepada awak media di Polres Kota Bekasi. “Uang seragam dan koperasi RP: 1.800.000, pungutan biaya pendidikan Rp: 2.500.000,- yang entah untuk apa serta SPP Rp: 200.000 setiap bulan ini sangat memberatkan kami sebagai orang tua murid walaupun bahasanya adalah sumbangan tapi mengapa ditentukan nilainya dan harus sebesar itu bahkan ada target waktunya harus lunas dalam satu tahun, jika belum lunas setiap pengambilan raport pasti ditanyakan apakah sudah membayar sumbangan tersebut”, imbuh wali murid lainnya di Polres Kota Bekasi Selasa 22/10/2024.

Sementara itu Yeti Ketua Komite SMAN 17 saat dikonfirmasi melalui nomor whatssapnya Rabu 23/10/2024 tidak membalas pertanyaan dan tidak mengangkat tèlpon pimpinan redaksi media warta nasional yang juga Ketua umum Forum Penulis dan Wartawan Indonesia (FPWI) yang secara profesional menghubunginya sebagai upaya mengkalarifikasi informasi yang diperoleh dari orang tua murid SMAN 17 Kota Bekasi.

Saat dihubungi secara terpisah Humas SMAN 17 Kota Bekasi Fitri Marhayati melalui whatssapnya terkait adanya dugaan pungli di SMAN 17 Kota Bekasi Ia mengatakan, mana buktinya kalau ada pungli dan silakan datang ke sekolah minggu depan karena hari ini (Rabu red…) saya sedang bimtek, katanya.

Bahkan dengan kesan arogan Humas SMAN Kota Bekasi Fitri menantang untuk diberitakan saat Ketum FPWI Rukmana mengatakan bahwa: sebagai jurnalis sudah memberikan kesempatan pihak sekolah terkait dugaan informasi adanya pungli di SMAN 17 Kota Bekasi sehingga kami sudah bisa merilis pemberitaan.

“Silakan saja kan baru dugaan” kata Fitri melalui whatsaapnya.

Saat dimintai kesediaannya untuk di telpon Ia, (Humas SMAN 17 Kota Bekasi menolak dengan alasan sedang bimtek dan mempersilakan datang langsung ke sekolah pada pekan depan.

Padahal pungli yang dilakukan oleh SMAN 17 Kota Bekasi ini nyata terjadi dan ada bukti transfer para orang tua murid ke rekening a.n  Nurhikmah Ismail dan Undari Ayu Ristiani (guru SMAN 17) yang mengatas namakan Koperasi SMAN 17 Kota Bekasi.


Bukti transfer wali murid

Menurut Ketua Umum FPWI Rukmana, Jika benar pihak SMAN 17 Kota Bekasi memungut biaya seragam, SPP dan kegiatan sekolah maka pihak sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah dapat dikategorikan telah melanggar peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) no. 75 tahun 2016 dimana dalam permendikbud tersebut dijelaskan bahwa: Komite Sekolah yang ditetapkan dan diundangkan pada 30 Desember 2016, Komite Sekolah boleh melakukan penggalangan dana. Komite Sekolah dapat melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta pengawasan pendidikan, katanya.

Penggalangan dana tersebut boleh dilakukan untuk mendukung peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah dengan asas gotong royong. Hal yang dilarang adalah pungutan. Permendikbud tersebut sangat jelas bahwa Komite Sekolah tidak boleh mengambil atau melakukan pungutan pada murid, orang tua dan/atau wali murid.

Lebih lanjut Ia menerangkan, pada Pasal 10 ayat (2) disebutkan, penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud, berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan. Lalu apa perbedaan antara bantuan, sumbangan dan pungutan? Bantuan Pendidikan merupakan pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak.

“Sedangkan sumbangan pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya, baik perseorangan maupun bersama-sama masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan”, imbuhnya.

Sumbangan memang bisa diminta dari orang tua/wali murid, tetapi sifatnya sukarela, tidak untuk seluruh orang tua. Adapun perbedaan mendasar antara bantuan dan sumbangan adalah pertama, bantuan “boleh” dilakukan apabila “disepakati” dan sifatnya mengikat para pihak, sedangkan sumbangan sifatnya “sukarela” dan “tidak mengikat” satuan pendidikan. Kedua, subjek yang memberikan dana bantuan dilakukan oleh pemangku kepentingan diluar peserta didik dan/atau orang tuanya seperti badan atau perusahaan, sedangkan sumbangan dapat dilakukan siapa saja.

Pungutan Berkedok Sumbangan di Dunia Pendidikan

Asisten Ombudsman RI

Menurut Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah yang ditetapkan dan diundangkan pada 30 Desember 2016, Komite Sekolah boleh melakukan penggalangan dana. Komite Sekolah dapat melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta pengawasan pendidikan.

Lalu bagaimana yang katanya sumbangan bisa menjadi pungutan? Apabila sumbangan tersebut diwajibkan untuk seluruh siswa dan/atau orang tua. Pungutan pendidikan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.

Pada Pasal 1 ayat (2) Permendikbud Nomor  44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar, juga dijelaskan bahwa pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.

Secara singkat, pungutan dan sumbangan memiliki perbedaan. Pungutan memiliki ciri-ciri, yakni bersumber dari peserta didik atau orang tua/wali murid, bersifat wajib dan mengikat, ditentukan jumlah, dan ditentukan waktu. Sedangkan sumbangan memiliki ciri-ciri, yaitu bersumber dari peserta didik, orang tua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya, bersifat sukarela, tidak memaksa, dan tidak mengikat, tidak ditentukan jumlah/bebas, dan tidak ada jangka waktu.

Lalu apakah sekolah bisa melakukan pungutan? Menurut Pasal 6 poin (1), pembiayaan pendidikan dengan melakukan pungutan hanya dibolehkan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Sedangkan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat/daerah tidak diperkenankan untuk menarik pungutan.

Hanya boleh menerima sumbangan dari masyarakat, sepanjang dia memenuhi kriteria untuk disebut sebagai  sumbangan, yakni bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya oleh satuan pendidikan.

Setiap penggalangan dana yang dilakukan oleh sekolah juga harus melalui persetujuan komite sekolah dan dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku kepentingan terutama orang tua/wali siswa, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan. Setiap sumbangan yang diperoleh dari masyarakat kemudian dibukukan di rekening bersama antara komite sekolah dan sekolah, dan tidak boleh digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau pemangku kepentingan satuan pendidikan,  (sumber: Asisten ombudsman RI).

Ketum FPWI Rukmana menghimbau masyarakat untuk kritis dan melaporkan pungli yang menurut informasi dari pihak SMAN 17 Kota Bekasi terjadi di seluruh sekolah yang ada di Kota Bekasi.

“Kepada Menteri pendidikan yang baru saya berharap agar segera menindaknlanjuti dugaan pungli di SMAN 17 Kota Bekasi sehingga para pelaku segera diproses secara hukum baik pidana atau perdata dan atau berupa administrasi”, tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *