Reporter : Jeshica
Editor : Wiratno
Baca Juga:
MEDIA WARTA NASIONAL | DEPOK – Raut wajah bapak 7 anak ini masih terlihat kesal saat para awak media hadir menemuinya. “Betul bang saya gak ngerti. Mereka main masuk dan main ukur ajah, saya gak ngerti apa maunya kan aneh pihak oknum BPN Kota Depok masuk ke lahan yang sudah saya tempati sejak 2005 sampai sekarang 2025. Mereka maksa masuk dan main ukur,” ucap Parlindungan dengan nada kesal.
Pengukuran tanah yang berlokasi di jalan Aster RT 01 RW 05, Kelurahan Sukatani, Kecamatan Tapos Kota Depok, pada Jumat, (5/12/25)
Pengukuran yang dilakukan Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kota Depok tersebut diduga sarat kepentingan pihak tertentu dan dinilai tidak memenuhi prosedur hukum.
Parlindungan mengatakan bahwa dirinya sudah menempati lokasi itu sejak tahun 2005. Penempatan Parlindungan di lahan ini atas petunjuk RW Neli pada waktu itu. Dan selama tinggal di sini tidak pernah ada pihak lain yang menunjukkan bukti kepemilikan sertifikat yang sah.
“Saya membeli lahan ini dari bu Menah dengan dasar girik nomor 914 melalui sistem diangsur/Cicil. Selama saya tinggal di sini sampai punya 7 anak tidak pernah ada yang menunjukkan sertifikat atas tanah ini. Justru dari Pak Neli, dulu dia bilang bawa tanah ini milik keluarga Maah dan belum pernah dijual,”tegasParlindungan.
Menurut Parlindungan, adanya klaim kepemilikan oleh pihak luar yang bukan warga setempat sangat janggal. Ia menyebut bahwa pihak yang mengklaim kepemilikan sertifikat adalah seseorang yang berinisial HK. Berdasarkan dokumen sertifikat bernomor 1224.
Namun pelapor terhadap dirinya dan ahli waris adalah seseorang berinisial HA dengan kuasa hukum berinisial H.K r.
Pada tahun 2018 dan HK kepada pihak kepolisian saat itu ya diberitahukan bahwa HA adalah anak dari HK, namun dalam penyidikan tahun 2025 iya baru kembali menerima informasi berbeda bahwa HA merupakan keponakan HK.
Parlindungan menilai proses penyidikan tidak transparan. “Kami tidak pernah ditujukan sertifikat itu secara utuh dan tidak pernah diajak duduk bersama untuk membuka dokumen, kalau mau menyelesaikan masalah ya harus ada azas keterbukaan,”ucapnya.
Dengan tegas Parlindungan mengatakan, dirinya siap menunjukkan dokumen kepemilikan awal lahan tersebut termasuk girik dan pengakuan para ahli waris. “Saya sudah empat kali datang ke kelurahan Sukatani sebagai bentuk itikad baik sesuai permintaan lurah agar semua ahli waris hadir. Tapi pihak kelurahan selalu menghindar dan tidak mau menemui kami,”ucapnya dengan nada kesal.
Selaku kuasa hukum Abdul Kadir menilai bahwa pelaksanaan pengukuran ulang tersebut cacat hukum merujuk pada surat pemberitahuan polres metro depok nomor : 81/1446/Satreskrim terkait pelaksanaan ukur ulang atas bidang tanah.
“Prosedur pengukuran ulang seharusnya memberitahukan secara resmi kepada seluruh pihak yang memiliki hubungan hukum dengan objek tersebut. Pihak-pihak yang berkepentingan wajib diberitahu nama petugas, surat tugas, serta dasar pelaksanaan lokasi,” tegas abdul kadir kepada awak media.
Ia menyebut adanya keberatan karena pihak berinisial yc yang mengklaim menguasai objek tanah tersebut tengah melakukan perlawanan hukum terhadap kliennya.
Perkara perdata terkait klaim eigendom perponding masih berjalan di pengadilan. Kami sedang menunggu putusan hakim pada Desember 2025. Maka tindakan pengukuran ulang sebelum putusan tetap dinilai tidak tepat.
Sebagai kuasa hukum Parlindungan dia mengatakan bahwa, “pihaknya kesulitan memperoleh informasi lengkap dari penyidik. Kami hanya diberi nomor sertifikat 1224, tanpa dapat melihat dan memfoto dokumen secara utuh. Kami sebagai kuasa hukum berhak melihat dokumen tersebut untuk memastikan dasar klaim,” jelasnya
Di penghujung Abdul Kadir menegaskan bahwa, “apabila memang diperlukan keterbukaan dokumen pihaknya siap membuka seluruh dasar alas hak yang dimiliki termasuk menghadirkan para ahli waris yang masih hidup. Kalau mau dibuka dokumen secara transparan kami sangat siap. Para ahli waris juga siap memberikan keterangan,”tutup Abdul Kadir dengan tegas.

















