Reporter : Ramdhani
Editor : Wiratno
Baca Juga:
MEDIA WARTA NASIONAL | JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap tiga petinggi PT Petro Energy dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Selasa (16/12/2025).
Ketiga terdakwa tersebut yakni Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi. Perkara ini terdaftar dengan Nomor 69/Pidsus-TPK/2025/PN JKT.PST dan disidangkan oleh majelis hakim yang diketuai Brelly Yuniar Dien Wardi Haskori, S.H., M.H.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan pertama penuntut umum.
“Para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar Ketua Majelis Hakim Brelly Yuniar Dien saat membacakan putusan di ruang sidang Tipikor Jakarta Pusat.
Majelis hakim menjatuhkan vonis berbeda kepada masing-masing terdakwa. Newin Nugroho divonis pidana penjara selama 4 tahun serta denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan. Sementara Susy Mira Dewi dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dengan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan.
Adapun Jimmy Masrin dijatuhi pidana paling berat, yakni 8 tahun penjara, denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar USD 32.691.551 dengan subsider 4 tahun kurungan.
Selain pidana penjara, majelis hakim menegaskan pidana denda wajib dibayarkan dan akan diganti dengan pidana kurungan apabila tidak dipenuhi.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai perbuatan para terdakwa telah menghambat upaya pemerintah dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
“Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan serius karena merugikan keuangan negara dan perekonomian negara serta menghambat kemajuan bangsa,” kata Brelly.
Meski pemerintah terus menggencarkan pemberantasan korupsi, menurut majelis hakim, praktik serupa masih kerap terjadi.
Usai persidangan, Jimmy Masrin menyatakan kekecewaannya atas putusan majelis hakim, meski mengaku tetap menghormati proses hukum yang telah dijalani.
“Tanggapannya tentu kecewa, tetapi ini merupakan proses persidangan yang tetap saya hormati,” ujar Jimmy kepada wartawan.
Ia menilai sejumlah fakta yang terungkap dalam persidangan belum sepenuhnya dipertimbangkan dalam putusan. Terkait rencana upaya hukum lanjutan, Jimmy mengaku masih mempertimbangkannya.
“Saya pikir-pikir dulu. Perlu waktu karena saat ini saya masih belum tenang,” katanya.
Sementara itu, penasihat hukum Jimmy Masrin, Soesilo Aribowo, menyatakan menghormati putusan majelis hakim, namun mengaku sangat kecewa terhadap pertimbangan hukum yang disampaikan.
“Kami hormati putusan ini, walaupun sangat kecewa. Majelis tidak menguraikan secara jelas perbedaan peran para terdakwa,” ujar Soesilo.
Menurutnya, majelis hakim tidak mengulas secara rinci peran masing-masing terdakwa dalam struktur perusahaan, baik sebagai komisaris, presiden direktur, maupun direktur. Selain itu, ia juga menyoroti tidak dibahasnya aspek kepailitan, cicilan, serta angsuran dalam pertimbangan hukum.
“Soal kepailitan dan angsuran sama sekali tidak disinggung. Padahal jika dilihat dari aspek angsuran, perkara ini seharusnya merupakan perkara perdata murni,” tuturnya.
Soesilo juga mengkritik penerapan Pasal 18 UU Tipikor karena dalam putusan tidak disebutkan secara jelas besaran kerugian negara.
Dalam perkara ini, para terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
















