Oleh: Yenita
Media Warta Nasional | JAKARTA – Bertempat di rumah singgah ANYO atau rumah tinggal sementara bagi anak-anak penderita Kanker yang terletak di jl.Anggrek Nelli Murni VIII No; A 40, Slipi, Jakarta Barat, Persatuan Wartawan Media Kristen Indonesia (PERWAMKI) merayakan HUT yang ke 21 dalam kesederhanaan. Hal ini sejalan dengan tema HUT tahun ini “Diberkati Untuk Menjadi Berkat”.
Secara khusus perayaan HUT ini tidak ada ibadah, karena anak-anak pejuang kanker mayoritas non kristiani, juga Rumah ANYO memang tersedia untuk semua golongan, Ras dan agama.
Acara syukur HUT yang digelar Selasa 29/10/2024 ini dihadiri sekitar 30 orang terdiri dari pengurus YAI (Yayasan Anyo Indonesia), 5 anak pejuang kanker bersama orang tua atau pendampingnya, 8 orang Pengurus DPP dan Panitia, Penasehat DPP Perwamki, Jhon SE Panggabean, S.H, M.H dan Ketum PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia).
Dalam perayaan itu, Ketum DPP PERWAMKI, Stevano Margianto juga berbagi kisah hidup mendampingi keluarganya berjuang melawan kanker selama 4 tahun untuk pulih.
Meski sangat melelahkan, dan terpaksa berhenti bekerja, butuh waktu, butuh kesabaran bahkan biaya sangat besar untuk pengobatan, namun pejuang kanker harus terus diberi semangat dan perhatian lebih.
Dan saat itu belum ada BPJS seperti sekarang, namun dengan ketekunan, kesabaran disertai keyakinan doa kepada Tuhan, keluarga istrinya alami mukjizat, pertolongan Tuhan, dan sekarang sudah sembuh.
Acara juga diwarnai dengan pemotongan tumpeng HUT ke 21 yang disertai makan bersama seluruh yang hadir.
Sebelum doa penutup, ketum PGI Pdt.Gomar Gultom, M.Th.mengungkapkan terimakasih, merasa senang diundang di perayaan syukur ini. Terlebih pendiri YAI, Bapak Sabar Manulang, ternyata teman sekolah saat di SMA PSKD.
Lebih lanjut Ketum PGI ini katakan baru tahu dan salut adanya rumah singgah untuk anak-anak pejuang kanker yang pendirinya adalah rekannya sendiri bersama isteri Pinta Manullang.
“Mereka sebagai malaikat yang diutus Tuhan untuk menolong anak-anak penderita kanker. Mereka bukan hanya menampung tetapi juga mencari anak pejuang kanker yang perlu ditolong hingga ke daerah-daerah. Saya merasa tidak ada apa-apanya pelayanan saya selama ini dibanding mereka,” ungkap Pdt, Gomar.
Selain ramah tamah dikunjungan HUT ini, juga PERWAMKI memberikan bingkisan aneka buah segar, buku bacaan anak, alat tulis, mainan Game Puzzle anak, dan bantuan dana kepada Yayasan ANYO.
Sekilas apa itu Rumah ANYO
Yayasan Anyo Indonesia (YAI), yayasan sosial nirlaba, lintas suku dan agama, didirikan di Jakarta, 27 Juni 2012 oleh pasangan suami-isteri, Sabar Manulang-Pintauli Panggabean.
Mereka terpanggil mendirikan Rumah Singgah “ANYO” bagi Anak-anak Penderita Kanker karena ingin menolong Anyo-Anyo lainnya.
Nama Anyo berasal dari nama kecil almarhum Andrew Maruli David Manullang putra sulung Sabar dan Pintauli
Anyo terjangkit kanker darah (leukimia) pada Tahun Tahun 2004, di usianya 12 Tahun.
“Hasil diagnosa dokter kala itu Anyo terkena kanker darah karena virus, awalnya seperti terkena penyakit tipes. Anyo meninggal dunia pada umur 19 tahun di tanggal 7 Desember 2009,” cerita ibu Pinta.
Dari pengalaman 4 tahun lebih merawat Anyo inilah Pinta bersama suami mendirikan Rumah Singgah ANYO bagi anak-anak penderita kanker.
“Rumah Anyo bukan tempat singgah tetapi Tempat tinggal sementara, dan jangan menyebut mereka ‘penderita’, tetapi anak dengan kanker atau lainnya, karena kata ‘Penderita’ mempengaruhi psikologis mereka bahwa kanker adalah penderitaan yang dapat membuat mereka menjadi tidak bersemangat,” terang Pinta.
Di rumah ANYO, anak pejuang kanker dengan pendampingnya dibuat senyaman mungkin. mereka tidak membayar apapun, segala kebutuhan. Seperti kebutuhan sehari-hari hingga transportasi pengobatan ke RS disediakan gratis, bahkan ada Lift di rumah itu.
“Mereka harus nyaman dalam menjalani pengobatan, adapun keberadaan Lift di sini untuk mereka naik ke kamar mereka di lantai 2 karena lemas, tidak kuat naik tangga sehabis menjalani pengobatan (kemotraphy) di RS,” terang Sabar Manulang.
Pendiri ingin meneruskan semangat Anyo untuk menolong anak-anak Indonesia yang masih berjuang melawan kanker, terutama dari keluarga pra-sejahtera di Indonesia.
Awalnya mereka menerima mereka yang datang, namun sekarang mereka “jemput bola”, mencari anak-anak pejuang kanker dari Sabang sampai Merauke, yang membutuhkan pertolongan. anak pejuang kanker dengan orangtuanya (pendamping) dari daerah diongkosi transportasinya ke Jakarta untuk berobat di RS.
Untuk menjaring anak pejuang kanker, mereka berdinergi Puskesmas daerah karena umumnya Puskesmaslah tempat pertama kali mereka berobat, dari puskesmas itulah deteksi awal terjangkit kanker diketahui.
“Kita ingin mengurangi beban mereka. tujuan bekerjasama dengan Puskesmas agar anak pejuang kanker dapat terdeteksi dengan dini dan stadium awal, karena dahulu mereka yang datang ke Rumah ANYO sudah dalam stadium lanjut,” urai Pinta.
Diungkapkan Pinta, bahwa jenis penyakit kanker terbanyak di Indonesia adalah kanker darah diikuti kanker mata. Kanker mata biasanya terjadi pada anak Balita. saat ini sudah ada alat yang dapat mendeteksi dini kanker mata, dan kanker mata paling mudah untuk disembuhkan.
“Ada beberapa anak dengan kanker mata dari Rumah ANYO yang kita sekolahkan ke Universitas. mereka sudah sembuh dan hidup dengan normal. Mereka eks pejuang kanker harus kita motivasi bahwa mereka bisa sukses dan tidak minder (kecil hati). kita juga gencar sosialisasi tentang pencegahan dan penanganan dini kanker,” ungkap Pinta.
Menyadari kompleksnya penanggulangan kanker pada anak yang tidak dapat ditangani sendiri, oleh karenanya YAI hadir dengan visi ingin bergandengan tangan bersama hand-in-hand dengan semua pihak yang Peduli untuk menolong anak-anak dengan kanker, sedangkan misinya ingin meringankan beban keluarga mereka.
Tantangan selanjutnya. lanjut Pinta. dalam mendirikan Rumah Anyo adalah terkait dana. Dengan dana yang lebih memadai, Rumah Anyo bisa melakukan lebih banyak upaya untuk menyelamatkan anak pejuang kanker.
Mulai dari memperluas Rumah Anyo agar bisa lebih banyak menampung pasien anak pejuang kanker. Kemudian, dengan dana yang cukup, Yayasan Anyo Indonesia juga bisa lebih banyak mengedukasi orang terkait kanker pada anak dan bagaimana cara mendeteksinya sejak dini. Pasalnya, anak pejuang kanker yang pernah tinggal di Rumah Anyo ada sekitar 200-an.
“Tapi, sayangnya dari 2012 sampai saat ini itu 30 persennya sudah tiada, karena apa? Karena ketika mereka pertama kali datang itu dalam kondisi gawat. Hal itu disebabkan karena tenaga kesehatan di daerah tidak mampu mendeteksi kanker sejak dini pada anak sehingga pengobatannya terlambat.
Upaya kedepan yang dihadapi ibu Pinta adalah menyadarkan masyarakat terkait bagaimana menghadapi atau bertemu dengan anak-anak pejuang kanker.