Oleh: Wiratno
Media Warta Nasional | INDRAMAYU – Pondok Pesantren (PONPES) Mahad Al Zaytun menggelar perayaan Hari Toleransi Internasional dengan tema “Melestarikan Budaya Toleransi dan Perdamaian Menuju Indonesia Raya Abadi” Sabtu, 16/11/ 2024.
Acara yang digelar di Masjid Rahmatan Lil Alamin ini dihadiri lebih dari 5.000 peserta, diantaranya tokoh-tokoh nasional dan peneliti, seperti Prof. Ahmad Najib dari BRIN dan Dr. Haryadi Baskoro dari Yogyakarta. Peringatan ini sekaligus menjadi momen peluncuran Ensiklopedi Toleransi dan Perdamaian dalam bentuk perpustakaan digital yang diinisiasi oleh Dr. Haryadi Baskoro.
Platform ini dapat diakses melalui situs (ensiklopediaal-zaytun) hal ini mempertegas komitmen Al Zaytun sebagai pusat pendidikan berbasis toleransi.
Dalam sambutannya, Syaykh Al Zaytun AS Panji Gumilang menegaskan pentingnya menanamkan nilai-nilai toleransi tanpa memandang mayoritas atau minoritas atas nama agama. Menurutnya, Indonesia harus kembali pada dasar negara, yakni UUD 1945 dan Pancasila, untuk menjaga persatuan bangsa.
“Jika agama menjadi tolok ukur dalam berbangsa dan bernegara, mustahil persatuan Indonesia bisa terwujud. Toleransi harus dipupuk dan dilestarikan agar Indonesia Raya tetap abadi,” ujarnya.
Negara Dinilai Abai
Namun, di tengah semarak perayaan ini, tidak tampak partisipasi atau pernyataan resmi dari institusi maupun pejabat negara terkait Hari Toleransi Internasional. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang perhatian pemerintah terhadap isu intoleransi yang masih sering terjadi di masyarakat.
Sementara itu, Al Zaytun menunjukkan langkah konkret dalam membangun budaya toleransi, menjadikannya lebih dari sekadar slogan. “Kami ingin menjadi pelopor, menunjukkan bahwa toleransi bisa diwujudkan dalam tindakan nyata,” kata Datuk Sir Imam Prawoto, Ketua Yayasan Pesantren Indonesia.
Karya Maritim Al Zaytun
Sebagai penutup, para tamu diajak mengunjungi Pelabuhan Samudra Biru di Eretan Kulon, Indramayu, untuk melihat hasil karya anak bangsa berupa kapal ikan berukuran besar. Salah satu kapal, KM Gunung Pulo Sari, berbobot 645 gros ton, menjadi simbol kebangkitan maritim Indonesia.
“Indonesia adalah bangsa maritim yang hebat, dan kita harus kembali ke laut untuk membangun kejayaan negeri,” ujar Syaykh Panji Gumilang di atas kapal.
Acara ini ditutup dengan jamuan makan siang di atas kapal, di mana suasana penuh keakraban dan kegembiraan dirasakan oleh para tamu undangan.
Al Zaytun telah menunjukkan bahwa toleransi dan perdamaian bukan sekadar wacana, tetapi dapat menjadi praktik nyata yang berdampak luas bagi masyarakat dan bangsa.